“Sekitar 1 bulan yang lalu beberapa minggu sebelum kejadian itu, Kadin Cilegon mengundang secara persuasif owner-owner, dalam hal ini kan ada Chandra Asri sebagai induknya, ada CAA (anak usaha) dan kita undang juga main kontraktor. Ini (kontraktor) ada dua, satu Chengda joint operation dengan Total Persada, kedua PT PP JO dengan Seven Gate Indonesia. Kalau enggak salah pertemuan itu ada 3-4 kali pertemuan itu, rangkaian sebelumnya sudah ada pertemuan,” imbuhnya.

Setelah pertemuan tersebut, komunikasi antara pengusaha lokal dengan PT Chengda sebagai kontraktor utama mengalami hambatan. Hal itu kemudian mendorong Kadin Cilegon untuk melakukan kunjungan langsung ke lokasi proyek.

“Kita inisiatiflah ceritanya, Kadin untuk ke site, untuk sidak. Sebenarnya bukan untuk menyetop pekerjaan, sebenarnya kita pengin lihat di lapangan seperti apa gitu loh,” tuturnya.

Di lokasi proyek PT Chengda, menurut Isbat, sudah ada sejumlah pengusaha lokal yang tergabung dalam organisasi seperti Hipmi, HIPPI, dan komunitas pengusaha setempat.

Ia menjelaskan bahwa situasi saat itu sudah ramai karena banyak pihak terlibat dalam diskusi, yang menyebabkan suasana di ruangan menjadi tidak kondusif.

“Karena situasi itu ramai, tidak terkondisi kemudian juga hanya Chengda saja di situ, komunikasi itu berjalan tidak sehat karena selalu yang namanya Chengda ini dia bilang saya nggak bisa mengambil keputusan karena harus berkomunikasi dengan CAA sebagai owner,” ujar Isbat.

“Padahal CAA sudah ngobrol beberapa kali, katanya ‘oke kita mendukung’, mengarahkan agar Chengda bekerja sama dengan pengusaha lokal. Jadi kayak dilempar-lempar gitu, kata CAA ke Chengda. Kata Chengda, saya harus berkoordinasi ke CAA, gitu,” sambungnya.

YouTube player