Angkat Kerentanan Ruang Hidup, MIWF 2025 Usung Tema “Land and Hand”
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Makassar International Writers Festival (MIWF) kembali menyapa para pencinta sastra dan seni. Festival literasi tahunan terbesar di Indonesia Timur ini akan berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 2025 di Fort Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan. MIWF 2025 mengusung tema Land and Hand, yang dirancang untuk memantik percakapan mendalam dan multidimensi perihal kerentanan ruang hidup masyarakat dan upaya untuk merawat serta mempertahankannya.
“Sebagai sebuah festival yang ingin terlibat sebagai bagian dari upaya mendorong perubahan sosial, MIWF 2025 menjadikan isu perampasan ruang hidup sebagai tema utama. Kami bahkan menyebut Land and Hand bukan sekadar tema, melainkan seruan untuk bersama-sama memikirkan, membicarakan, dan melawan segala bentuk perampasan ruang hidup,” ujar M. Aan Mansyur selaku Direktur MIWF.
Tema ini menjadi landasan diskusi berbagai isu dari skala lokal, nasional, hingga global selama empat hari. Seluruh program dan sesi yang dihadirkan akan berangkat dari gagasan besar tersebut, demi membangun kesadaran tentang pentingnya mempertahankan dan melindungi ruang hidup terutama bagi kelompok rentan.
Festival ini tidak hanya menjadi ajang perayaan sastra, tapi juga platform yang relevan untuk membahas isu-isu yang kian mendesak. Mulai dari feminisme, genosida di Palestina dan berbagai wilayah di dunia, kebebasan berpendapat-berekspresi, hingga krisis ekologi. MIWF juga tetap setia pada misi menjadi ruang yang menerapkan inklusivitas agar dapat diakses oleh semua kalangan.
“Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami ingin memastikan festival ini tetap menjadi ruang yang kritis, aman, dan nyaman untuk mempercakapkan isu-isu penting. Kami berharap festival ini bisa menjadi ruang untuk menghubungkan berbagai pihak–dari penulis, pembaca, aktivis, jurnalis, seniman, hingga publik umum dari berbagai latar belakang,” jelas Aan Mansyur.
Prinsip No All-Male Panel yang diterapkan, di mana tidak ada sesi yang seluruh pembicara adalah laki-laki selama empat hari penyelenggaraan, menjadi salah satu wujud komitmen terhadap kesetaraan gender dan meragamkan perspektif. Lebih jauh, komitmen MIWF terhadap keberlanjutan lingkungan tetap diteruskan melalui penerapan low carbon dan zero waste. Langkah ini tidak hanya merefleksikan kesadaran festival terhadap krisis ekologi, tapi juga mendorong pengunjung untuk memikirkan kembali hubungan manusia dengan lingkungannya.
Dengan pendekatan yang inklusif, MIWF terus berkomitmen menjadi ruang untuk berbagai suara dan perspektif. Seperti edisi-edisi sebelumnya, pengunjung tidak dipungut biaya masuk untuk menikmati berbagai rangkaian acara yang bertujuan memperkaya wawasan, menginspirasi aksi, dan mendorong dialog lintas disiplin.
Hadirkan lebih dari 150 pembicara selama 4 hari penyelenggaraan
MIWF 2025 akan menghadirkan ratusan penulis, seniman, aktivis dan pembicara dari berbagai latar belakang, baik nasional maupun internasional. Mereka akan berbagi cerita dan wawasan dalam diskusi panel, peluncuran buku, lokakarya, serta presentasi karya. Setiap sesi dirancang untuk menggugah kesadaran, sembari merayakan keberagaman perspektif dan pengalaman.
“Tema Land and Hand tidak jauh beranjak dari tema m/othering sebelumnya. Jika m/othering menekankan kerja-kerja perawatan, Land and Hand menegaskan pentingnya kerja-kerja mempertahankan. Keduanya bukan hal yang saling bertentangan. Perawatan adalah bentuk mempertahankan. Begitu pula sebaliknya,” ungkap Mariati Atkah, salah satu dari tiga kurator MIWF 2025.
“Sebagai permulaan, tim kerja MIWF menghimpun kata-kata kunci yang relevan untuk menerjemahkan tema ini agar dapat diturunkan menjadi program-program yang lebih solid. Dari ‘tanah’ dan ‘tangan’, kata kunci dipetakan dan diperluas sehingga menemukan konsep ‘ruang’, ‘pengetahuan’, ‘kuasa’, ‘akses’, ‘keberlanjutan’, ‘solidaritas’, ‘daya’, ‘kolektif’, dan lainnya,” sambung penulis kelahiran Barru, Sulawesi Selatan tersebut.
MIWF edisi tahun ini akan menghadirkan lebih dari 150 pembicara dari berbagai kota di Indonesia dan sejumlah negara lain. Lebih dari 100 program dan aktivitas menarik juga telah disiapkan untuk dinikmati oleh para pengunjung. Tak hanya menghadirkan para penulis, festival ini juga menjalin kolaborasi dengan komunitas, penerbit, dan berbagai lembaga menambah semarak helatan selama empat hari ini.
Lokakarya yang bisa diikuti seperti; “Seni dan Pemulihan” yang membahas praktik kesenian sebagai cara memulihkan diri para penyintas kekerasan, serta “Kritik Sastra” bersama Doni Ahmadi dan Iin
Farliani. Sejumlah komunitas turut langsung menyajikan program bersama MIWF, seperti 30 Hari Bercerita yang mengajak pengunjung merayakan tradisi bertutur, serta perpustakaan dan ruang komunitas asal Makassar yakni Katakerja. Ada pula presentasi karya dari kolektif WANUA asal Belanda dan penampil asal Australia yakni Tony Yap. Enam pameran menarik yang mengangkat isu beragam juga digelar selama empat hari penyelenggaraan, antara lain “The Butterfly Effect: Ketika Kupu-Kupu Menuju Kepunahan” (Titah AW dan Kurniadi Widodo), serta “[Dialog Lensa] Ebb and Flow: What Water Could Remember #1 (2024)” (Arif Furqan).
Penulis dan pembicara yang diundang dalam kegiatan MIWF pun memiliki beragam latar belakang menarik. Mereka antara lain Andreas Kurniawan (psikiater-penulis), Kurniadi Widodo (penulis-fotografer), Cania Citta (kreator konten-penulis), Natasha Rizky (aktris-penulis), Ian D. Wilson (peneliti-pengajar), dan masih banyak lagi. Adapun penulis dan pembicara dari Indonesia Timur tentu juga turut akan bergabung seperti Ibe S. Palogai (penulis fiksi), Aziziah Diah Aprilya (fotografer), Faisal Oddang (penulis fiksi), Adibah L. Najmy (penulis fiksi), Margareth Ratih Fernandez (editor), serta Maria Pankratia (penulis fiksi).
Turut pula tujuh penulis terpilih program Emerging Writers yang akan mengisi panel khusus untuk menceritakan proses kreatif dan riwayat pengkaryaan masing-masing. Mereka adalah Wahyuddin D. Gafur (Ternate, Maluku Utara), Topilus B. Tebai (Dogiyai, Papua Tengah), Kristal Firdaus (Samarinda, Kalimantan Timur), Nany Diansari Korompot (Kotamobagu, Sulawesi Utara), NF Aspany (Mataram, Nusa Tenggara Barat), Ricky Ulu (Atambua, Nusa Tenggara Timur) serta Alghifahri Jasin (Makassar, Sulawesi Selatan).
Tahun ini MIWF juga bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia untuk menghadirkan para pelaksana festival sastra dari seluruh Indonesia. Mereka akan bertemu dan membicarakan penguatan dan pengembangan jaringan kerja sama antar-festival sastra di Indonesia dalam forum Konsorsium Festival dan sejumlah diskusi publik.
Salah satu program yang selalu hadir di MIWF adalah Taman Rasa. Program ini menawarkan pengalaman kuliner unik untuk para pengunjung yakni tanpa penggunaan wadah plastik sekali pakai. Seluruh limbah makanan akan dikelola secara bertanggung jawab melalui proses pengolahan dan daur ulang sebagai upaya MIWF menggabungkan semangat literasi dengan kesadaran tentang pentingnya edukasi lingkungan. Sambil menikmati program-program MIWF yang lain, pengunjung dapat mengeksplorasi ragam kuliner dari 22 booth Sahabat Taman Rasa.
Penyelenggaraan MIWF 2025 didukung oleh sejumlah pihak, di antaranya Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenkebud RI), Greenpeace Indonesia, Pulitzer Center Indonesia, Project Multatuli, Bank Indonesia Sulawesi Selatan, Sekolah Pemikiran Perempuan (SPP), Amnesty International Indonesia, Konjen Australia di Makassar, Japan Foundation, Simpul, PICA (Perth Institute of Contemporary Arts), Gramedia Group, Beyond Walls, British Council, Literature Across Frontiers, Artswomen, Pannafoto Institute, PSBK, BASAsulsel, Wild Project, Sediakala, Antropos, Antologi Manusia, SIKU Terpadu, Bollo.id, Kinefilia, Penerbit Kompas, Intrans Publishing, Diva Press, Pearpress, BACA, Marjin Kiri, Footnote Press, Penerbit Kabisat, Penerbit Dusun Flobamora dan masih banyak lagi.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai MIWF 2025, silakan kunjungi situs resmi kami di https://makassarwriters.com atau ikuti media sosial MIWF di akun Instagram @makassarwriters.

Tinggalkan Balasan