Masuk di Pengadilan, Ahli Pidana Tegaskan Kasus PT DAN dan PT Pilar adalah Wanprestasi
JAKARTA, RAKYAT NEWS – Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang senilai Rp 14.925.000.000 (nyaris Rp 15 miliar) dengan terdakwa inisal MMS, SI, dan NMT di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini menghadirkan saksi ahli pidana dari pihak terdakwa, Selasa (01/7/2025).
Dalam kesaksiannya, ahli hukum pidana Dr. Alfitra menegaskan bahwa kasus yang dilaporkan oleh Noldy Simon, Direktur PT Dinamis Anugerah Nusantara (PT DAN), ini lebih tepat dikategorikan sebagai wanprestasi atau ingkar janji, bukan tindak pidana.
Dugaan penipuan ini terkait proyek pembangunan Kostel Residence Cendikia Bandung dengan nilai kesepakatan Rp 59.700.000.000. Perjanjian kontrak antara PT Pilar dan Noldy Simon PT DAN menjadi inti perdebatan dalam persidangan.
Menurut Saksi Ahli Pidana Dr. Alfitra mentakan suatu perjanjian melibatkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, hal tersebut masuk dalam ranah wanprestasi.
“Kasus ini bukan merupakan suatu tindak pidana, tetapi itu adalah wanprestasi. Ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh pemborong, di mana setiap chairman yang 30 persen atau 10 persen itu baru bisa dicairkan,” jelas saksi ahli.
Perdebatan Cek Kosong dan Dana Tidak Cukup
Perdebatan panas juga terjadi mengenai penafsiran cek kosong dan dana tidak cukup. Saksi ahli menjelaskan perbedaan signifikan antara keduanya berdasarkan jurisprudensi Mahkamah Agung. “Cek kosong itu adalah merupakan dana atau rekening yang tidak ada atau sudah dicabut oleh pelaku, atau bisa merupakan suatu modus operandi bagi pelaku,” papar ahli.
Sementara itu, bank menyebut adanya ‘dana tidak cukup’. Saksi ahli menyoroti bahwa jika bank menyatakan dana tidak cukup, itu berarti rekening masih aktif dan uang masuk serta keluar masih terjadi.
“Kalau dana tidak cukup, artinya adalah bank itu masih aktif. Nomor rekening itu masih aktif. Artinya uang masuk dan uang keluar itu masih ada,” imbuhnya.
Hal ini berbeda dengan cek kosong yang mengindikasikan rekening pasif dan tidak pernah diisi.
“Dalam konteks cek kosong, cek kosong itu dikatakan dengan pasif. Pasif ini biasanya kalau orang ingin melakukan perbuatan jahat, dia hanya mendapatkan nomor rekening dan itu tidak pernah diisi dan tidak ada uang masuk dan uang keluar,” jelasnya.
Perjanjian Adalah Hukum yang Mengikat
Saksi ahli juga menekankan pentingnya Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
“Apa pun yang menjadi dasar dari suatu perjanjian itu tidak terlepas dari Pasal 1338. 1338 itu adalah konteksnya setiap peningkatan perjanjian yang dibuat oleh para pihak merupakan hukum yang mengikat bagi kedua belah pihak itu merupakan suatu undang-undang,” tegasnya.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan di antara majelis hakim, saksi ahli tetap meyakini bahwa tidak ada celah hukum pidana dalam kasus ini. Ia berargumen bahwa kejadian ini adalah “post-factum” atau akibat setelah perjanjian, bukan “antipactum” atau sebelum perjanjian, karena tidak ada berita bohong atau tipu muslihat sebelum perjanjian ditandatangani.
Kewajiban Kontraktor dan Unsur Pidana
Saksi ahli menyebutkan bahwa ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh kontraktor. Misalnya, pekerjaan yang diklaim sudah 30 persen oleh kontraktor, namun menurut ahli konstruksi baru mencapai 13 persen.
“Banyak secara lebih seprosisi sehingga hal semacam ini di mana pihak perusahaan atau konsultan harus memenuhi prestasinya, maka inilah yang dikatakan dengan membuat prestasi atau ingkar janji yang sesuai dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut,” jelas ahli.
Dengan demikian, menurut saksi ahli, unsur-unsur penipuan dan penggelapan sebagaimana yang disangkakan dalam tidak terpenuhi.
“Maka sesuai dengan Pasal 191 KUHAP, terdakwa harus dibebaskan itu, kalau menurut pendapat saya,” ujarnya.
Namun menyerahkan keputusan akhir kepada hakim berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Dengan adanya keterangan ahli konstruksi dan ahli pidana, diharapkan majelis hakim dapat mempertimbangkan secara logis sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang terdakwa tanpa sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ditambah keyakinan.

Tinggalkan Balasan