RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Kuasa hukum pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan surat sporadik yang menyeret nama Haji Iriyanti, Mastan, mendesak Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk segera menuntaskan proses hukum terhadap terlapor yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus ini bermula dari laporan Nursyam Amaliah Idris yang melaporkan Haji Iriyanti ke Polda Sulsel atas dugaan pemalsuan dokumen. Laporan tersebut mengacu pada Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 266 KUHP tentang keterangan palsu di akta otentik.

“Laporan ini berkaitan dengan dugaan pemalsuan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah atau sporadik. Klien saya, Nursyam Amaliah Idris, melaporkan saudara Haji Iriyanti sesuai Pasal 263 dan 266 KUHP,” jelas kuasa hukum pelapor, Mastan, dalam keterangannya.

Menurut Mastan, penyidik sebelumnya telah mengajukan permohonan penjemputan paksa terhadap tersangka karena dua kali mangkir dari panggilan. Namun, mendadak proses tersebut dihentikan atau dipending oleh pihak kepolisian.

“Kami sudah melayangkan surat resmi mempertanyakan mengapa proses penjemputan paksa yang sebelumnya sudah dimohonkan di Resmob tiba-tiba dihentikan,” ujar Mastan. Ia menegaskan status tersangka terhadap terlapor sudah resmi ditetapkan.

Pihaknya juga mempersoalkan alasan penyidik menghentikan upaya penjemputan paksa dengan pertimbangan adanya perkara perdata yang sedang berjalan.

“Tiba-tiba ada informasi dari penyidik bahwa kasus ini dipending sesuai SP2HP karena alasan ada sengketa perdata yang berjalan. Padahal, ini perkara pidana murni,” tegasnya.

Mastan menyebut perkara ini semestinya tidak tertunda hanya karena ada proses perdata, apalagi objek sengketa sudah diduga digunakan sebagai dasar transaksi oleh tersangka di tengah proses hukum yang belum berkekuatan hukum tetap.

“Surat sporadik yang diduga dipalsukan itu dijadikan dasar pengakuan kepemilikan dalam perkara perdata. Kalau perdata dimenangkan hanya berdasarkan surat yang diduga palsu, berapa banyak pihak yang bisa dirugikan? Ada sekitar 35 orang termasuk camat setempat yang ikut digugat,” paparnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa kliennya memperoleh informasi bahwa tersangka tetap berupaya melakukan proses jual beli di objek sengketa melalui kerja sama dengan seorang notaris, meski status tanah tersebut masih dalam perkara pidana.

“Kami heran, notarisnya juga sudah tahu objek ini bersengketa, tetapi tetap memproses transaksi jual beli,” lanjut Mastan.

Menurutnya, kasus pemalsuan surat ini termasuk delik murni sehingga tetap bisa berjalan meskipun laporan dicabut, jika pimpinan penyidik memandangnya penting.

“Ini bukan penyerobotan, tapi murni dugaan pemalsuan surat. Jadi kalaupun perdatanya jalan, pidananya tidak boleh berhenti,” tegasnya.

Dalam konferensi persnya, Mastan juga mempertanyakan kembali sikap penyidik yang menghentikan proses penjemputan paksa, padahal, menurutnya, semakin lama dibiarkan justru semakin banyak potensi kerugian masyarakat.

“Kalau dibiarkan, tersangka akan terus menjual objek sengketa kepada pihak lain, padahal alas haknya diduga palsu. Sekarang saja sudah ada papan bicara dipasang atas nama orang lain,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa objek yang disengketakan berada di dalam kompleks Perumahan Musdalifah, Jalan Manuruki Raya, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, mencakup tanah kosong maupun bangunan rumah.

“Tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan perkara pidana harus tertunda karena ada proses perdata. Dalam yurisprudensi, kasus pemalsuan dokumen justru lebih sering didahulukan demi kepentingan umum dan keamanan hukum,” tegasnya lagi.

Mastan menyebut proses pidana terkait pemalsuan dokumen perlu diprioritaskan agar menjadi dasar penilaian dalam persidangan perdata.

“Kalau bukti suratnya palsu, bagaimana perdata bisa diproses? Itu logikanya,” ujarnya.

Ia juga meminta Polda Sulsel untuk mempertimbangkan pemasangan police line di objek sengketa agar tidak ada lagi proses jual beli selama perkara belum tuntas.

“Kalau police line dipasang, potensi kerugian masyarakat bisa ditekan,” tambahnya.

Mastan berharap agar permohonan resmi bernomor 222/Adv/MTN&PARTNERS/VI/2025 segera ditindaklanjuti oleh penyidik, termasuk upaya penangkapan terhadap tersangka demi kepastian hukum.

“Kami mohon agar proses penegakan hukum ini tidak diperlambat. Ini bukan hanya kepentingan klien kami, tetapi menyangkut kepentingan masyarakat luas,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sulsel, Kombes Pol Setiadi Sulaksono, saat dikonfirmasi media, menyatakan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyidikan.

“Intinya proses penyidikan tetap berjalan,” tulisnya melalui pesan singkat WhatsApp kepada awak media.

Ia menambahkan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti surat keberatan dari kuasa hukum pelapor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (*)