RAKYAT NEWS, JAKARTA – Program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan petani/nelayan, dan menjaga kelestarian lingkungan perlu didukung upaya peningkatan produktivitas, keberlanjutan pembangunan sektor pertanian dan perikanan yang orientasinya berbasis teknologi sebagai pendekatan strategis untuk mengatasi tantangan kedepan.

“Intinya adalah memanfaatkan inovasi teknologi untuk mengoptimalkan setiap tahap produksi,” kata Darwis Ismail, Ketua Ikatan Sarjana Kelautan (ISLA) Unhas dan Waketum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) dan juga pengamat sekaligus praktisi usaha sektor pertanian, perikanan dan kelautan, Rabu (16/7/2025) di Jakarta.

Penerapan agritech sebagai bagian pendekatan strategis yang dimaksud Darwis berupa “pertanian presisi” (precision farming) yang meliputi sensor IoT (memantau kelembaban tanah, nutrisi, pH, suhu udara, kelembaban relatif secara real-time).

Selain itu, pemanfaatan “drone” untuk pemetaan lahan, pemantauan kesehatan tanaman (NDVI), penyemprotan pupuk/pestisida presisi. Lalu “GPS & GIS” untuk pemetaan lahan, panduan traktor otomatis, pengelolaan lahan berbasis zona.

“Manfaat yang diperoleh efisiensi input (air, pupuk, pestisida), peningkatan hasil panen, dan pengurangan limbah,” jelas pria yang juga CEO Teknocorp Grup.

Kedua, lanjutnya, “otomasi dan robotika”. Hal ini berupa traktor otonom yang mengerjakan pengolahan tanah, penanaman, penyiangan tanpa operator penuh. Lalu “robot panen” yang berfungsi memanen buah atau sayur tertentu (seperti stroberi, tomat) dengan lebih cepat dan mengurangi ketergantungan tenaga kerja. Dan “sistem irigasi otomatis” yang menyiram berdasarkan data sensor kelembaban tanah dan prakiraan cuaca.

Ketiga, “bioteknologi dan benih unggul”. Berupa pengembangan varietas tanaman tahan hama/penyakit, toleran kekeringan atau salinitas, bernutrisi tinggi, dan berdaya hasil tinggi melalui pemuliaan konvensional maupun modern (seperti CRISPR).

Keempat, “analitik data dan AI”. Dimana diharapkan bisa menganalisis data historis dan kondisi terkini untuk memprediksi hasil, lalu dengan AI dapat menganalisis gambar dari drone atau ponsel untuk mengidentifikasi masalah.

Selain itu, melalui penerapan ini bisa menghasilkan rekomendasi penanaman dan perawatan. Bahkan sistem berbasis AI juga bisa memberikan saran optimal berdasarkan data lahan dan cuaca.

“Saat ini dengan platform digital menghubungkan petani langsung dengan pembeli, memperpendek rantai pasok, dan memberikan informasi harga,” paparnya.

Kelima, penerapan “pertanian vertikal dan hidroponik/akuaponik.” Hal ini sudah mulai jamak dilakukan terutama dengan memanfaatkan ruang terbatas (perkotaan), mengontrol lingkungan sepenuhnya (cahaya, suhu, nutrisi), mengurangi penggunaan air dan pestisida secara signifikan.

Penerapan Teknologi di Perikanan

Sedangkan di sektor perikanan, menurut Darwis adalah penerapan teknologi (aquatech/blue tech) meliputi yakni:

Pertama, akuakultur berbasis teknologi. Dimana terdapat sistem resirkulasi akuakultur atau RAS yang mengontrol kualitas air (suhu, oksigen, amonia) secara ketat dalam lingkungan tertutup, meminimalkan dampak lingkungan dan risiko penyakit, memungkinkan lokasi dekat pasar.

Selain itu “sensor dan monitoring” yang memantau kualitas air, tingkat pemberian pakan, kesehatan ikan/udang secara real-time. “Pakan cerdas” yang membuat formula pakan yang lebih efisien dan ramah lingkungan, serta sistem pemberian pakan otomatis berbasis perilaku ikan. Dan “teknologi benih” yang menghasilkan pembenihan unggul tahan penyakit dan tumbuh cepat.

Kedua, penangkapan ikan berkelanjutan. Yang berupa “teknologi pelacakan kapal” (VMS/AIS) yang berfungsi memantau aktivitas kapal penangkap ikan untuk memerangi IUU fishing (Iegal, unreported, unregulated fishing). Lalu, “sonar dan fish finder canggih” yang dapat menemukan lokasi ikan secara lebih efisien dan selektif, mengurangi tangkapan sampingan (bycatch).

Selanjutnya, “alat tangkap selektif.” Dimana berupa pengembangan alat tangkap yang hanya menangkap ikan ukuran/tipe tertentu. Dan “prediksi stok ikan” dengan menggunakan data satelit, oseanografi, dan AI untuk memprediksi lokasi dan kelimpahan stok ikan.

Ketiga, Pengelolaan dan Pemantauan Sumber Daya Laut. Hal ini meliputi penggunaan “satelit dan drone” yang memantau kesehatan ekosistem laut (terumbu karang, mangrove), mendeteksi perubahan suhu permukaan laut, dan mengawasi kawasan konservasi. Serta “big data & AI” untuk konservasi yang menganalisis data besar untuk memahami dinamika ekosistem dan mendukung pengambilan keputusan konservasi.

Secara umum Darwis memaparkan manfaat utama pembangunan berbasis teknologi adalah pertama, terjadinya peningkatan produktivitas dan efisiensi yang bermuara pada hasil panen/tangkapan lebih tinggi, penggunaan sumber daya (air, pakan, pupuk, energi, bahan bakar) lebih hemat.

Kedua, terjadi peningkatan kualitas dan keamanan produk, dimana kontrol lingkungan yang lebih baik menghasilkan produk lebih sehat dan meminimalkan kontaminasi. Traceability (ketertelusuran) produk meningkat. Ketiga, keberlanjutan lingkungan, dimana terjadi pengurangan polusi (limbah pupuk/pestisida, limbah tambak), konservasi air, penangkapan ikan yang lebih bertanggung jawab, pemantauan ekosistem.

Keempat, pengurangan risiko. Dengan prediksi cuaca, deteksi dini hama/penyakit, kontrol lingkungan dalam RAS membantu memitigasi risiko kegagalan panen/tangkapan. Kelima, peningkatan kesejahteraan petani/nelayan. Dimana akses informasi pasar yang lebih baik, rantai pasok lebih pendek, pendapatan lebih stabil, pekerjaan fisik yang lebih ringan berkat otomasi.

“Dan terakhir terciptanya ketahanan pangan karena peningkatan produksi yang efisien dan berkelanjutan berkontribusi langsung pada ketahanan pangan nasional dan global,” jelasnya.

Kedepan jebolan kelautan Unhas dan magister manajemen IPB ini mengingatkan adanya tantangan yang menjadi perhatian. Yakni pertama, akses dan keterjangkauan. Dimana seringkali komponen biaya teknologi awal seringkali tinggi bagi petani/nelayan kecil.

Kedua, infrastruktur pendukung. Ketersediaan jaringan internet (khususnya di daerah terpencil), listrik yang stabil, dan fasilitas pendukung lainnya.Ketiga, literasi digital dan keterampilan. Diperlukan pelatihan bagi petani/nelayan untuk mengadopsi dan memanfaatkan teknologi secara efektif.

Keempat, regulasi dan kebijakan. Dimana perlu kerangka regulasi yang mendukung inovasi sekaligus memastikan keamanan, etika (misalnya data privasi), dan keberlanjutan. Kelima, ketersediaan data yang akurat. Membangun basis data pertanian dan kelautan/perikanan yang komprehensif dan terintegrasi.

“Dan terakhir kustomisasi lokal. Dibutuhkan teknologi perlu disesuaikan dengan kondisi lokal, jenis komoditas, dan skala usaha,” pungkasnya.

YouTube player