RAKYAT NEWS, JAKARTA – Lawatan Presiden Prabowo Subianto ke sejumlah negara, berhasil membukukan berbagai capaian historis yang memperkuat posisi Indonesia. Penilaian itu disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Tamsil Linrung usai Sidang Paripurna DPD, Kamis (17/7).

Menurutnya, kehadiran Presiden memperjuangkan kepentingan bangsa di KTT BRICS, Uni Eropa, dan kesepakatan tarif dengan Donald Trump, menandai babak baru politik luar negeri yang digawangi Presiden di era multipolar. “Presiden Prabowo berhasil membawa kembali Indonesia berperan mewarnai relasi antar negara di gelanggang internasional,” terang Tamsil

Tamsil menilai, keputusan Indonesia bergabung sebagai anggota penuh BRICS sejak awal tahun 2025, adalah ekspresi keberpihakan terhadap dunia multipolar yang tidak didominasi oleh satu atau dua kekuatan saja. BRICS sebagai forum organisasi multilateral yang memayungi emerging market, menjelma menjadi spiral penyeimbang geopolitik dan geoekonomi global. Langkah Presiden mempertegas arah doktrin politik luar negeri non blok dan tetap berpijak pada prinsip bebas aktif.

Bagi Tamsil, politik luar negeri Indonesia di bawah komando Presiden, merupakan bagian terintegrasi dari langkah agresif menjaga kepentingan bangsa.

“Kita tidak terjebak pada poros tertentu. Dengan positioning saat ini, Presiden lebih luwes memperjuangkan tujuan nasional. Negosiasi Presiden bahkan berhasil menurunkan kebijakan tarif Trump. Ini pencapaian yang kami apresiasi,” imbuhnya.

Wakil Ketua DPD bidang ekonomi dan pembangunan ini memandang, penurunan tarif ekspor ke Amerika Serikat menjadi 19% dari sebelumnya 32%, mengindikasikan jika peran aktif politik luar negeri Indonesia sangat diperhitungkan.

“Deal tarif yang sangat baik berhasil dicapai, saat Indonesia memperlihatkan jangkauan relasi internasional yang berkembang,” ungkapnya.

Penurunan tarif tersebut dinilai berdampak positif bagi kemajuan ekonomi daerah. Pasalnya, komoditas ekspor utama ke pasar AS datang dari berbagai daerah. Produk industri, pertanian, perikanan dan perkebunan. Dari kakao, kopi, udang hingga karet.

“Presiden berhasil mempertahankan kepentingan daerah dalam negosiasi dengan Presiden AS,” ujarnya.

Menurut mantan pimpinan Badan Anggaran DPR ini, ada misleading memahami pernyataan Donald Trump seolah Amerika Serikat bebas mengakses penuh Indonesia, termasuk soal tembaga yang disebut oleh Trump. Persepsi tersebut keliru. Yang bebas mengakses Indonesia adalah barang-barang impor dari AS. “Itu jika ada permintaannya di dalam negeri,” sambungnya.

Tamsil menerangkan bahwa tarif sebagai entry barrier merupakan alat proteksi, bukan alat akses. Alat akses adalah daya saing. Komponen yang membentuk daya saing sendiri ada banyak. Selain harga, juga ada nilai tambah.

Menurut Tamsil, kesepakatan tarif Presiden Prabowo dengan Trump bukanlah sesuatu yang baru. Mengingat Indonesia menganut pasar terbuka. “Kita kan sudah lama terkoneksi dengan pasar bebas. Ada ATIGA di level regional ASEAN. Ada ACFTA dengan China,” papar Tamsil.

Persoalannya sekarang, bagaimana agar pemerintah mampu mendorong produk dalam negeri bersaing di market AS. Tarif 19% tersebut berkonsekuensi pada peningkatan harga barang-barang Indonesia di AS. “Tapi saya kira, dengan kualitas dan daya saing mumpuni, dengan keunggulan komparatif, hal itu bukan sebuah masalah. Tinggal bagaimana kebijakan industrialisasi dalam negeri kita perkuat,” katanya.

Selain itu, Tamsil juga mewanti-wanti pemerintah untuk mengantisipasi dampak tarif nol persen. Khususnya terhadap impor produk pertanian AS yang berpotensi melemahkan daya saing produk pertanian lokal, mengusik agenda ketahanan pangan, serta hilirisasi sektor pertanian.

Ia melanjutkan, bahwa pembangunan daerah menjadi arena utama yang akan menentukan keberhasilan langkah strategis Indonesia dalam berbagai kemitraan internasional. Daerah merupakan entitas pertama yang akan merasakan manfaat dari peningkatan perdagangan investasi dan konektivitas yang dibuka oleh keterlibatan Indonesia.

Dalam kerangka itulah, DPD bertanggungjawab memastikan kerja sama internasional yang dijalin oleh pemerintah pusat benar-benar memberikan dampak langsung bagi masyarakat di wilayah. Penguatan kapasitas daerah dalam mengelola potensi sumber daya lokal dan pengembangan kawasan industri, harus menjadi prioritas utama dalam alokasi pembangunan nasional.

“Saya kira inilah saatnya politik luar negeri dan pembangunan daerah bersatu dalam satu arah,” pungkas Tamsil.