RAKYAT NEWS, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa praktik jual-beli rekening secara online semakin marak terjadi di berbagai marketplace.

Aktivitas ini diduga kuat terkait dengan tindak pidana pencucian uang, seperti yang berkaitan dengan judi online dan korupsi.

Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan bahwa dalam dua tahun terakhir, volume dana yang terkait dengan pencucian uang terus meningkat.

Pada tahun 2023, jumlah perputaran dana dari tindak pidana pencucian uang mencapai Rp 1.600 triliun, dan meningkat drastis menjadi Rp 2.658 triliun pada tahun 2024.

“Datanya ini, 2 tahun terakhir kalau kita berbicara korupsi, narkotika sana-sana itu, tahun 2023 saja Rp 1.600 triliun. Pada 2024 naik, Rp 2.658 triliun. Artinya betapa masifnya tindak pidana,” kata Ivan dalam acara ‘Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial’, di Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025)

Ivan juga menyampaikan bahwa selama periode 2020-2024, sebanyak 1,5 juta rekening digunakan untuk aktivitas pencucian uang.

Dari jumlah tersebut, 150 ribu rekening merupakan rekening nominee, yaitu rekening yang dibuat atas nama orang lain berdasarkan kesepakatan nominee.

Menurut data yang dipaparkan Ivan, dari 150 ribu rekening nominee, 120.000 di antaranya berasal dari jual-beli rekening, lebih dari 50 ribu merupakan rekening dorman, 20 ribu berasal dari hasil peretasan, dan 10 ribu sisanya berasal dari penyalahgunaan lain.

“Kenapa bisa banyak itu? Karena kita sudah ketat, pelaku korupsi pelaku narkotika pelaku judol sudah sangat takut. Jadi solusinya adalah jual beli rekening dorman,” tambah Ivan.

Ivan juga menambahkan, para pelaku pencucian uang sengaja membidik rekening yang sudah tercatat agar bisa digunakan kembali. Bahkan, jual-beli rekening ini banyak ditemukan di platform e-commerce.

YouTube player