Dugaan Praktik Mafia Peradilan di PN Sleman, Choperlink Bawa ke Bawas MA
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Ketua umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Choperlink, Junaidi Siahaan, melaporkan dugaan praktik mafia peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Yogyakarta, ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) di jalan Jenderal Ahmad Yani, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025).
Junaidi meminta MA menelusuri indikasi praktik mafia peradilan tersebut terhadap kliennya yakni Iradat Alfin Putra, yang menurutnya terjadi dalam proses upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) di PN Sleman.
“Saat ini berkaitan proses upaya hukum yang luar biasa sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Sleman. Ada dugaan-dugaan mapia pradilan. Maka temuan-temuan ini kita sampaikan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia,” terang junaidi kepada awak media.
Ia menyoroti penerbitan akta permintaan PK oleh PN Sleman pada Kamis (17/7/2025) terhadap putusan MA Nomor 4863 K/Pid.Sus/2025 tanggal 13 Juni 2025. Padahal, menurutnya, putusan tersebut belum dikirimkan ke PN Sleman saat itu.
“Dan sudah berlangsung reles panggilan Iradat Alfin Putra di Lapas kelas II B Sleman dengan agenda sidang peninjauan kembali Perkara Pidana, untuk sidang hari kamis tanggal 7 Agustus 2025,” ungkapnya.
Junaidi kemudian mengaku terkejut jika ternyata putusan MA yang dimaksud belum dikirimkan ke Pengadilan Negeri Sleman.
Hingga kemudian, kata Junaidi, diketahui jika pada Kamis (7/8/2025), baru selesai proses Minutasi Putusan dari Mejelis Hakim Agung di MA.
“Kita cek hari ini melalui informasi urusan perkara dari Mahkamah Agung (MA), berkas proses minutasi 7 Agustus 2025. Hari ini 11 Agustus, berkas salinan Mahkamah Agung baru dikirim ke Pengadilan Negeri Sleman,” beber Junaidi.
Hal inilah, lanjutnya, yang menjadi objek pelaporan ke Bawas MA. Karena ia menilai, terdapat kejanggalan dalam penanganan perkara tersebut di PN Sleman.
AWAL MULA KASUS
Junaidi menjelaskan, kasus ini bermula ketika kliennya, Iradat Alfin Putra, yang menjabat perwira pertama Polres Gunung Kidul, dituduh melakukan perbuatan asusila.
Proses hukum dimulai dari penyelidikan hingga penyidikan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIY.
Iradat mengaku harus menghadapi tuduhan tersebut hingga ada putusan berkekuatan hukum tetap yang berkeadilan, pada Tingkat Pertama di PN Sleman.
Kemudian maju ke Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Yogyakarta, dan Kasasi pada Mahkamah Agung RI.
Saat ini, kata Junaidi, kasus Iradat sedang berlangsung Upaya Hukum Luar Biasa PK (Penjauan Kembali) di Mahkamah Agung RI.
“Awalnya proses hukum berlangsung di Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, semua masyarakat pasti tau, bahwa proses hukum pidana adanya peristiwa asusila dimulai dengan adanya Laporan di Kepolisian, dimulai peyelidikan hingga penyidikan,” jelas Junaidi.
Oleh karena itu, Junaidi menegaskan, seharusnya proses pelanggaran kode etik sebagai anggota Polri dibuktikan terlebih dahulu secara internal, baru kemudian dibawa ke Pengadilan Negeri.
“Jika di internal kepolisian sudah terbukti, barulah dibawa ke pengadilan,” tegasnya.
“Seharusnya dan semestinya Proses Pelanggaran Kode Etik Sebagai Anggota Kepolisan Negara R.I. harus dapat dibuktikan terlebih dahulu di Internal Kepolisian. Jika disini sudah terbukti baru dibawa ke Pengadilan Negeri,” lanjut Junaidi.
Dalam persidangan di PN Sleman, majelis hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Iradat. Baik kuasa hukum maupun jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi Yogyakarta menolak permohonan tersebut dan menguatkan putusan PN Sleman.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PN Sleman tidak memberikan tanggapan saat dihubungi melalui pesan WhatsApp terkait dugaan tersebut.
“Terkait hal tersebut silahkan langsung saja ke PN Sleman untuk dapat dijelaskan oleh Humas kami. Mohon maaf, terkait hal tersebut tidak bisa dijelaskan melalui wa silahkan ke PN Sleman saja,” demikian jawaban pihak PN Sleman. (Dirham/RN)

Tinggalkan Balasan