Mengiringi Kepergian Dr Aswar Hasan
Saya tersentuh setiap kali mengingatnya. Dalam keadaan sakit sekalipun, ia masih menggerakkan jemarinya untuk menulis demi mencerahkan umat. Baginya, menyalakan cahaya pengetahuan adalah kewajiban yang tak boleh padam, bahkan di tengah rasa sakit yang membatasi gerak.
Namun Aswar bukan hanya seorang akademisi. Di balik wawasannya yang luas, tersimpan keteduhan seorang ulama. Ia aktif di Masjid Al Markaz Al Islami, juga di Masjid Ikhtiar yang berada di kampus Unhas Baraya.
Kedua rumah ibadah itu menjadi ladang pengabdiannya, tempat ia mengalirkan ilmu, memimpin, membimbing, dan berdakwah dengan lisan yang menyejukkan serta tulisan yang menggerakkan.
Dakwahnya tidak menggurui, melainkan merangkul; tidak menghakimi, melainkan mengajak. Ia memahami bahwa kata-kata yang lahir dari hati akan sampai ke hati pula.
Melalui tulisan, ia berdiri di tengah pusaran zaman, menegur dengan santun namun tegas, menuntun tanpa mengangkat suara, dan menjaga agar kita tidak lupa pada akar nilai yang membentuk kita. Ia mengingatkan bahwa ilmu bukanlah menara gading, melainkan cahaya yang harus jatuh ke tanah, menerangi jalan orang banyak.
Hari ini, Unhas kehilangan seorang panutan. Saya kehilangan sahabat dan teladan, sosok yang menghiasi hidupnya dengan ilmu, mengabdikan penanya bagi pencerahan umat, dan menautkan akal dengan nurani.
Sebagai pimpinan universitas, saya menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Kehilangan ini berat bagi seluruh almamater, namun saya yakin Unhas akan terus menjaga api intelektualisme serta kedalaman pengetahuannya. Kami akan merawat warisan pemikirannya agar tetap berdenyut, melintasi zaman.
Kepergiannya meninggalkan sunyi, namun bukan kehampaan. Setiap kalimat yang ia tinggalkan adalah jejak yang tak akan pudar. Semoga kita yang masih di sini mampu melanjutkan warisan terpentingnya: keberanian untuk berpikir dan ketulusan untuk berbagi.

Tinggalkan Balasan