Pejuang Pesantren Gratis Gaungkan Kemandirian, Ini Jalan Kemerdekaannya
GOWA, RAKYAT NEWS – Momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 tahun menjadi latar diskusi bertajuk “Peluang Pondok Pesantren Menjadikan Travel Haji dan Umrah sebagai Unit Bisnis” yang digelar di Sekolah Islam Andalusia, Kabupaten Gowa, Ahad (17/8/2025).
Kegiatan ini diikuti sejumlah penggerak yang selama beberapa tahun terakhir berjuang agar pondok pesantren penghafal Alqur’an yang mereka sapih mampu berjalan tanpa pungutan atau iuran kepada santri maupun santriwatinya.
Temuwicara menghadirkan dua pembicara utama, yakni pendiri Pondok Pesantren Tahfiz Gratis Al Kautsar, Ustadz Rahmat Al Kautsar, serta konsultan ekonomi dan manajemen bisnis, Seftian Chow.
Pengarah acara, jurnalis kondang Irfan Abdul Gani, membuka dialog dengan mengaitkan semangat kemerdekaan bangsa dengan upaya kemandirian pesantren.
Menurutnya pria yang jago berkuda tersebut, pesantren gratis sebaiknya bisa terbebas dari ketergantungan pada bantuan umum (open donasi) dengan mengembangkan unit usaha mandiri.
“Semangat kemerdekaan ini harus juga mampu dihadirkan dalam membangun pondok pesantren. Harapannya, pesantren gratis bisa merdeka dari program open donasi,” ujarnya disambut hangat peserta
Sementara itu, tokoh pendidikan Ustadz Rahmat Al Kautsar yang mahsyur merintis pesantren penghafal Al Quran bebas pungutan menegaskan pihaknya sejak awal tidak pernah melakukan sumbangan sukarela (open donasi) untuk operasional puluhan cabang Tahfiz Gratis Al Kautsar yang ia rintis dan terus berlanjut hingga daripada hari ini.
Menurutnya, prinsip utama yang dipegang adalah keyakinan penuh pada pertolongan Allah SWT, disertai usaha nyata membangun program produktif.
Lebih jauh, Rahmat Al Kautsar mengungkapkan salah satu strategi keberlangsungan pondok adalah menjalin kemitraan dengan perusahaan travel haji dan umrah.
Kerja sama tersebut diterangkannya, telah berlangsung selama tiga tahun, berawal dari pertemuan santai di sebuah warung kopi, hingga kemudian berkembang menjadi kemitraan yang konsisten.
“Waktu itu saya tiba-tiba ditawari umrah gratis, lalu dari situlah kami bekerjasama sampai sekarang. Tapi dalam kerja sama ini, saya sama sekali tidak membicarakan soal fee atau keuntungan pribadi,” tutur Ustadz Rahmat.
Rahmat mengaku dari kemitraan tersebut, banyak keberkahan yang didapat, termasuk bisa memberangkatkan para pembina pesantrennya ke Makkah melaksanakan ibadah
Meskipun telah memahami jalur dan prosedur pendirian perusahaan travel sendiri, Ustadz Rahmat memilih tetap bermitra daripada membangun usaha serupa.
Baginya, keberlanjutan program pesantren gratis lebih penting ketimbang mengejar keuntungan.
“Kalau mau, saya sudah bisa bikin travel sendiri. Pasar saya ada di Jakarta dan Makassar, tapi saya tidak ada keinginan. Cukup bermitra saja,” katanya.
Diskusi ini turut dihadiri perwakilan pesantren gratis lainnya, seperti PPTQ Ar-Rahman, Jaziratul Qur’an, Pesantren IT, Yayasan Pendidikan Pelosok Indonesia, serta tuan rumah Sekolah Islam Andalusia.
Para pimpinan lembaga tersebut antusias mendengarkan pengalaman Ustadz Rahmat sebagai inspirasi untuk menemukan jalan kemandirian.
Sementara itu, konsultan bisnis Seftian Chow menilai model bisnis travel haji dan umrah memang potensial untuk menopang pesantren.
Ia menyebut konsep kerja sama seperti yang dijalankan Tahfiz Gratis Al Kautsar bisa dikategorikan sebagai sales partner, yakni sistem berbagi keuntungan yang saling menguntungkan.
Ia juga mencontohkan Prof. Muhammad Syafii Antonio yang menjadikan travel haji-umrah sebagai penopang pendidikan Islam.
Namun demikian, Seftian juga mengingatkan adanya tantangan besar di bidang travel haji-umrah, mulai dari regulasi Arab Saudi yang sering berubah, persoalan perhotelan, ketidakpastian tiket pesawat, hingga kasus pengelola travel yang menyalahgunakan uang jamaah.
“Persoalan ini rutin dialami, hanya saja orang yang mengalaminya berganti-ganti,” ujarnya.
Diskusi yang digelar bertepatan dengan Hari Kemerdekaan ini akhirnya menegaskan pentingnya kemandirian pesantren gratis melalui inovasi usaha yang berkelanjutan.
Semangat “merdeka” bukan hanya untuk bangsa, tetapi juga bagi pejuang lembaga pendidikan Islam agar tidak selamanya menggantungkan diri pada donasi publik apalagi mengalami kemunduran hanya karna biaya. (Uki Ruknuddin)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan