Karya tersebut juga memuat perjalanan ketiganya ke UGM untuk meneliti skripsi Jokowi. Mereka sempat bertemu Wakil Rektor UGM, Prof Wening dan Arie Sujito.

“Saya memegang langsung skripsi itu. Saya memegang skripsi itu ya, dan kemudian kita meneliti langsung ya waktu itu. Kemudian juga kami tulis panjang tentang apa arti Declaration of Human Rights. Apa arti dari Undang-Undang Dasar 45 Masalah 28. Apa arti dari Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tahun 2018,” ujarnya.

Roy juga memaparkan adanya analisis digital forensik oleh Rismon dalam buku tersebut. Mereka membandingkan ijazah Jokowi dengan ijazah alumni UGM lainnya, seperti Hari Mulyono, Pronojiwo, dan Srimurtiningsih.

Roy mengklaim, terdapat overlapping detection berupa watermark logo UGM yang reposisinya buruk serta tanda tangan pengesah pada ijazah Jokowi.

“Sangat panjang tentang kajian-kajian itu. Termasuk penggunaan perbandingan dengan RGB ya. Red, Green, Blue atau dengan perbandingan dengan CMYK, Cyan, Magenta, Yellow, and Black. Ya, dari situ detail banget,” ujarnya.

Dalam buku itu juga disertakan analisis menggunakan metode Behavioral Neuroscience oleh dokter Tifa untuk meneliti pola perilaku dan politik seseorang.

“Jadi buku itu insyaallah akan menjadi sebuah referensi yang sangat menarik. Karena kami susun dengan bahasa yang teknis tapi agak populer. Jadi populer science lah,” ujarnya.

“Paling menonjol ya kesimpulannya adalah skripsinya 99,9% palsu. Tidak mungkin menghasilkan ijazah asli. Itu saja yang paling penting,” tegasnya.

YouTube player