RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Terdapat sebanyak 400 desa di Sulawesi Selatan (Sulsel) terancam tidak dapat mencairkan Dana Desa (DD) tahap II tahun anggaran 2025. Tentunya, kondisi tersebut berpotensi dapat menimbulkan gagal bayar untuk berbagai program desa yang tengah berjalan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Apdesi Merah Putih Sulsel, Sri Rahayu Usmi, menilai Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sulsel mestinya sejak awal lebih aktif dalam memberikan informasi, pendampingan, dan pengawalan administratif kepada pemerintah desa.

“Dinas PMD (harusnya) yang reaktif memberi informasi dan mendampingi menyelesaikan syarat administrasi pencairan,” ujarnya melalui pesan singkat, Jum’at (19/12/2025).

Menurutnya, persoalan utama bukan semata terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, melainkan lemahnya peran PMD dalam mengantisipasi dampak kebijakan tersebut di tingkat desa.

Sri Rahayu menegaskan, jika tentu Dinas PMD mempunyai fungsi strategis sebagai pembina dan pengendali, bukan sekadar penyampai informasi di akhir proses.

Ia juga menyoroti berbagai kegiatan pelatihan yang selama ini dilaksanakan melalui lembaga-lembaga mitra pemerintah.

Karena menurut Sri Rahayu, pelatihan tersebut seharusnya menjadi modal nyata bagi desa dalam pengelolaan Dana Desa yang akuntabel. Tetapi, kondisi saat ini justru menunjukkan masih banyak desa yang terseok menghadapi tuntutan administrasi baru.

“Tentu jangan hanya judul (kegiatan) bagus tapi kaitan kesana tidak ada,” tegasnya.

Apdesi Merah Putih Sulsel menilai ketimpangan antara desa yang berhasil mencairkan Dana Desa tahap II dan yang tidak cair menunjukkan lemahnya pendampingan struktural.

Dalam konteks ini, peran pendamping desa dan pembinaan dari PMD dinilai belum bergerak optimal. Jika pembinaan berjalan aktif dan berkelanjutan, risiko terhambatnya pencairan dalam skala besar seharusnya bisa ditekan.

Selain itu, Sri Rahayu juga mendorong agar PMD Provinsi Sulsel segera menginisiasi rapat koordinasi dengan pemerintah kabupaten.

YouTube player