RAKYAT.NEWS, BONE – Ratusan mahasiswa dan warga Kabupaten Bone turun ke jalan menolak kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 300%. Aksi yang berlangsung sejak seminggu lalu memuncak pada 19 Agustus 2025 di depan Kantor Bupati Bone, namun tak satupun pejabat utama hadir untuk berdialog.

Bupati Bone, Andi Asman Sulaiman, tidak pernah menampakkan diri di hadapan massa. Ketidakhadiran ini menimbulkan kekecewaan mendalam di tengah gelombang protes yang terus membesar. Alih-alih membuka ruang dialog, Pemerintah Daerah justru merespons dengan pengerahan ribuan aparat.

Akibatnya, demonstrasi yang berlangsung hingga malam berubah ricuh. Tembakan gas air mata dilepaskan tanpa arah, masuk ke rumah warga hingga area Masjid Agung. Kericuhan ini meluas ke Jalan Ahmad Yani hingga sekitar Kampus IAIN Bone. Puluhan orang ditangkap, termasuk pelajar dan mahasiswa.

LBH Makassar menilai tindakan pemerintah sebagai bentuk pengabaian aspirasi. “LBH Makassar menuntut Pemda Kabupaten Bone dalam hal ini Bupati Andi Asman Sulaiman untuk bertanggung jawab secara hukum maupun moral atas peristiwa kekerasan yang terjadi, serta segera mencabut kebijakan yang membebani masyarakat,” ujar Abdul Azis Dumpa, Direktur LBH Makassar.

Pernyataan resmi pemerintah melalui Sekretaris Daerah Bone hanya menyebutkan bahwa kenaikan PBB akan ditunda sementara untuk dikaji ulang. Namun, bagi warga, jawaban itu jauh dari tuntutan pencabutan penuh. “Apa yang berlangsung di Pati Jawa Tengah dan di Bone Sulawesi Selatan merupakan sebuah cerminan bahwa segala kebijakan pemerintah harus berakar pada kepentingan dan kehendak rakyat,” lanjut Azis.

Bagi YLBHI–LBH Makassar, protes keras ini adalah konsekuensi dari kebijakan yang dibuat tanpa melibatkan rakyat. Mereka menegaskan lima poin: mencabut kenaikan PBB, membebaskan tahanan, menghentikan kekerasan aparat, mengecam keterlibatan TNI, serta memastikan hak partisipasi warga.