RAKYAT NEWS, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kekecewaannya atas aksi penjarahan yang terjadi di rumah pribadinya, akhir Agustus lalu.

Dalam unggahan di media sosial, ia menyoroti seorang pria berjaket merah yang dengan tenang membawa lukisan hasil karyanya, seolah-olah tengah berpesta di tengah kerusuhan.

Bagi Sri Mulyani, kejadian itu mencerminkan hilangnya akal sehat, rasa kemanusiaan, dan nilai-nilai beradab yang seharusnya dijunjung dalam kehidupan berbangsa.

“Laki-laki berjaket merah memakai helm hitam tampak memanggul lukisan cat minyak Bunga di atas kanvas ukuran cukup besar. Dia membawa jarahannya dengan tenang, percaya diri keluar dari rumah pribadi saya yang menjadi target operasi jarahan hari minggu akhir Agustus 2025 dini hari,” kata Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram @smindrawati, Rabu (3/12/2025).

Menurut Sri Mulyani, bagi pelaku, lukisan bunga tersebut hanya bernilai uang, tetapi bagi dirinya, lukisan itu adalah hasil dan simbol perenungan serta kontemplasi diri yang sangat pribadi.

Lukisan yang dibuatnya 17 tahun lalu itu seperti rumah tempat anak-anaknya tumbuh, bermain, dan menyimpan kenangan berharga yang tak tergantikan.

Bagi para penjarah, rumah dan barang-barang hanyalah target operasi, dan mereka tampak seperti sedang berpesta.

“Para penjarah seperti berpesta, bahkan diwawancara reporter media: ‘dapat barang apa mas?’- dijawab ringan, dengan nada sedikit bangga tanpa rasa bersalah: ‘lukisan’. Liputan penjarahan dimuat di media sosial dan diviralkan secara sensasional,” tambah Bendahara Negara itu.

“Menimbulkan histeria intimidatif yang kejam. Hilang hukum, hilang akal sehat dan hilang peradaban dan kepantasan, runtuh rasa perikemanusiaan. Tak peduli rasa luka yang tergores dan harga diri yang dikoyak yang ditinggalkan. Absurd…!” jelasnya.

Sri Mulyani juga menyoroti para korban yang mengalami insiden unjuk rasa anarkis beberapa waktu lalu. Pada saat yang sama dengan penjarahan di kediamannya, ada korban yang jauh lebih berharga daripada lukisan tersebut. Insiden itu menjadi tragedi kelam di Indonesia.

“Minggu kelabu akhir Agustus itu, ada korban yang jauh lebih berharga dibanding sekedar lukisan saya, yaitu korban jiwa manusia yang melayang yang tak akan tergantikan. Affan Kurniawan, Muhammad Akbar Basri, Sarinawati, Syaiful Akbar, Rheza Sendy Pratama, Rusdamdiansyah, Sumari. Menimbulkan duka pedih yang mendalam bagi keluarga. Tragedi kelam Indonesia,” imbuh dia.

Sri Mulyani menilai dalam kerusuhan tidak ada pemenang, yang terjadi justru hilangnya akal sehat, rusaknya harapan, dan runtuhnya fondasi berbangsa dan bernegara. Padahal Indonesia adalah negara hukum yang berperikemanusiaan serta adil dan beradab.

“Indonesia adalah rumah kita bersama. Jangan biarkan dan jangan menyerah pada kekuatan yang merusak itu. Jaga dan terus perbaiki Indonesia bersama, tanpa lelah, tanpa amarah dan tanpa keluh kesah serta tanpa putus asa,” pungkas Sri Mulyani.

YouTube player