JK Marah Lahannya Disengketakan, Ini Respons Menteri Nusron Wahid
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menanggapi polemik tanah milik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) di Makassar yang kini menjadi objek sengketa.
Nusron menegaskan, eksekusi lahan tersebut dilakukan di tengah konflik antara PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang terafiliasi dengan Lippo Group dan pihak lain tanpa melalui proses konstatering sebagaimana mestinya.
Nusron menjelaskan bahwa objek sengketa yang dimaksud merupakan hasil konflik hukum antara PT GMTD dan pihak tertentu.
Di tengah proses hukum yang belum tuntas, tiba-tiba dilakukan eksekusi terhadap lahan tersebut, padahal belum melalui tahapan pengukuran atau konstatering yang menjadi syarat sebelum pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan.
“Itu kan ada eksekusi pengadilan, konflik antara GMTD dengan orang lain, tiba-tiba dieksekusi dan proses eksekusinya itu belum melalui proses konstatering,” ujar Nusron Wahid saat dijumpai wartawan usai kegiatan Sarasehan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2025 di Hotel Sheraton Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis (6/11).
Ia menambahkan, pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Pengadilan Negeri (PN) Kota Makassar untuk meminta klarifikasi atas proses eksekusi tersebut.
“Kami sudah kirim surat kepada Pengadilan Negeri di Kota Makassar bahwa intinya mempertanyakan proses eksekusi tersebut karena belum ada konstatering,” katanya.
Nusron memaparkan bahwa konflik lahan ini melibatkan dua aspek hukum yang berbeda.
Pertama, adanya gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh pihak bernama Mulyono.
Kedua, keberadaan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla di atas lahan yang disengketakan.
“Pertama, ada gugatan PTUN dari saudara Mulyono. Nomor dua, di atas tanah tersebut ada sertifikat tanah HGB atas nama PT Hadji Kalla,” ungkapnya.
KEMARAHAN JUSUF KALLA
Sebelumnya, Jusuf Kalla meninjau langsung lahan miliknya di Jalan Metro Tanjung, Kecamatan Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan, yang kini menjadi objek sengketa dan diduga telah diambil alih.








Tinggalkan Balasan