Diminta Fatwa Soal Gaji Rangkap Jabatan Menteri, MUI: Kami Akan Kaji
RAKYAT NEWS, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan akan mengkaji permintaan fatwa dari Center of Economic and Law Studies (Celios) terkait penghasilan yang diterima oleh menteri dan wakil menteri yang merangkap jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Permintaan fatwa ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi melarang rangkap jabatan tersebut, namun masih ada pejabat yang menerima gaji dari dua posisi sekaligus, sehingga status kehalalan penghasilan tersebut dipertanyakan.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, menyampaikan bahwa MUI menyambut baik permintaan tersebut.
“Ya terimakasih (Celios) telah meminta fatwa kepada MUI. Setiap permintaan fatwa dari masyarakat akan dikaji dan akan diputuskan,” kata Cholil mengutip dari situs MUI, Jumat (12/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa MUI senantiasa merespons setiap pengajuan fatwa dari masyarakat atau pihak yang disebut sebagai mustafti. Permintaan dari Celios ini akan diproses melalui kajian mendalam di internal MUI.
“Permintaan fatwa ini sangat baik demi menjaga setiap penghasilan yang didapat dipastikan kehalalannya,” ucap dia.
Cholil menyebut bahwa langkah ini penting agar setiap penghasilan yang diperoleh dapat dipastikan kehalalannya.
Ia menjelaskan bahwa surat permintaan fatwa dari Celios akan diteruskan ke Komisi Fatwa MUI yang memiliki wewenang untuk membahas persoalan hukum Islam, termasuk mengenai rangkap jabatan serta penerimaan gaji atau honorarium dari dua jabatan tersebut.
“Tetapi juga berfungsi sebagai rambu moral bagi umat Islam secara umum dalam menjaga prinsip keadilan, transparansi, dan amanah dalam pengelolaan keuangan,” ujarnya.
Sebelumnya, Celios telah mengajukan permintaan fatwa kepada MUI mengenai hukum penghasilan bagi menteri dan wakil menteri yang juga menjabat sebagai komisaris di BUMN.
Dalam surat yang diunggah di akun Instagram resminya, Celios merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXIII/2025 sebagai dasar permintaan fatwa.
Putusan tersebut menyatakan bahwa menteri dan wakil menteri tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN.
Celios juga menyoroti bahwa pemerintah dinilai belum menindaklanjuti putusan tersebut, sehingga mereka mengajukan tiga pertanyaan kepada MUI melalui surat tersebut:
- Bagaimana hukum penghasilan atau honorarium yang diterima oleh Menteri dan Wakil Menteri dari jabatan rangkap sebagai komisaris BUMN, mengingat larangan tersebut telah diputuskan secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi?
- Apakah penghasilan tersebut dinilai halal, syubhat, atau haram menurut syariat Islam?
- Bagaimana sebaiknya umat Islam, khususnya pejabat negara, menyikapi hal ini agar selaras dengan prinsip keadilan, amanah, dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan