RAKTAT NEWS, JAKARTA – Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU) menegaskan bahwa dalam revisi Undang-Undang No. 23 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), calon Gubernur dan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

LOHPU menilai keterlibatan DPR dalam proses tersebut bertentangan dengan Pasal 23D UUD 1945 yang mengatur kewenangan Bank Indonesia dan menekankan bahwa pengangkatan pimpinan BI seharusnya menjadi kewenangan penuh Presiden sebagai kepala negara.

“Dalam rapat paripuran DPR RI baru baru ini menyetujui usul inisiatif DPR RI untuk melakukan Perubahan pertama UU No. 23 tahun 2023 tentang P2SK (pengembangan dan penguatan sektor keuangan), perubahan UU ini yang baru berlaku 2 tahun tentu harus dikritisi alasan DPR adalah adanya pasal–pasal yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dan perkembangan situasi keuangan dengan adanya pasar kripto,” ujar Direktur Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU), Aco Hatta Kainang, S.H. dalam keterangan tertulis.

Ia menyampaikan bahwa penambahan kewenangan Polri dan OJK dalam penyelidikan kasus keuangan serta tambahan tugas Bank Indonesia (BI) harus mengacu pada Pasal 23D UUD 1945 dan UU yang mengatur BI.

“Penambahan kewenangan POLRI bersama OJK dalam proses penyelidikan kasus keuangan dan pasar modal dan terkakhir adalah soal tambahan tugas Bank Indonesia (BI), penambahan tugas BI harus mengacu di pasal 23D UUD 1945 dan UU No. 23 Tahun 1999 jo Perubahan UU No. 3 tahun 2004 tentang perubahan UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI dan pengaturan tentng BI diatur juga dalam UU No. 23 tahun 2023, teori–teori yang berlaku didunia baik teori monetarisme, keynesianisme, dan strukturalisme meletakan bank sentral sebagai penjaga stabilitasi keuangan dan moneter tentu dengan tugas tambahan yang diusulkan oleh DPR dalam Revisi UU P2SK,” katanya.

YouTube player