“Sudah jelas di dalam aturan, lelang itu dilakukan hanya jika debitur sudah benar-benar tidak mampu membayar. Tapi dalam kasus ini, klien kami masih sanggup, bahkan siap melunasi sisa utang,” ujarnya.

Menurutnya, tindakan Neobank justru menunjukkan kesewenang-wenangan, apalagi dilakukan oleh bank digital yang seharusnya menjunjung transparansi dan perlindungan konsumen.

“Ini bukan cuma pelanggaran etika bisnis, tapi juga pelanggaran hukum perbankan,” tambahnya.

Dugaan Mafia Perbankan dan Keterlibatan KPKNL

Lelang tersebut diketahui difasilitasi oleh KPKNL Denpasar, lembaga di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. Hasidah menduga proses ini dilakukan tanpa pengawasan memadai dan berpotensi membuka celah permainan harga serta kepentingan pihak tertentu.

“Kami sudah mengirimkan surat keberatan kepada KPKNL, tapi tidak ada tanggapan. Kami menduga ada oknum yang memanfaatkan celah sistem ini untuk kepentingan tertentu,” katanya.

Menurut Hasidah, proses lelang seharusnya diumumkan secara terbuka, dengan nilai limit yang sesuai hasil appraisal dan pemberitahuan resmi kepada pemilik jaminan. Namun dalam kasus ini, banyak tahapan yang disebut tidak dijalankan sesuai prosedur.

Desakan ke OJK dan Aparat Hukum

Kuasa hukum Hasidah S. Lipung mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan aparat penegak hukum untuk segera mengusut dugaan praktik mafia lelang ini. Ia juga menuntut agar Kementerian Keuangan melalui DJKN melakukan audit terhadap proses lelang yang dilakukan oleh KPKNL Denpasar.

“Kami tidak menuduh sembarangan. Kami punya bukti surat dan kronologi lengkap. Kalau lembaga negara diam saja, ini akan jadi preseden buruk bagi dunia perbankan,” ujarnya.

Hasidah menegaskan, pihaknya akan mengajukan gugatan perdata dan pidana jika tidak ada respons resmi dari regulator dalam waktu dekat.

“Kami siap tempuh jalur hukum sampai tuntas. Ini bukan hanya tentang satu aset, tapi tentang keadilan dan etika perbankan,” katanya.

YouTube player