JAKARTA, RAKYAT NEWS – Amnesty International Indonesia dan Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) mengecam keras keputusan pemerintahan Prabowo-Gibran yang menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Sarwo Edhie Wibowo. Kedua organisasi ini menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk pemutarbalikan sejarah dan penghinaan terhadap jutaan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru.

Dalam pernyataan publiknya, Amnesty dan AKSI menilai langkah pemerintah ini mengingkari semangat reformasi 1998 serta bertentangan dengan mandat konstitusi yang mewajibkan negara menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM. “Ini bukan soal kesalahan manusia yang bisa dimaafkan, tetapi kejahatan kemanusiaan yang tak dapat diputihkan,” tegas Ketua AKSI, Marzuki Darusman.

Mereka menilai, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan Sarwo Edhie justru menghidupkan kembali pola kekuasaan otoriter dan praktik impunitas yang sudah lama menutup jalan keadilan bagi para korban. Amnesty menyebut keputusan ini tidak hanya mengabaikan penderitaan korban, tetapi juga melawan agenda reformasi untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Kritik juga diarahkan pada potensi konflik kepentingan dan nepotisme dalam penetapan gelar tersebut. Amnesty dan AKSI menyoroti hubungan kekerabatan antara Presiden Prabowo dengan keluarga Soeharto, serta dukungan dari Menteri Agraria Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang juga cucu Sarwo Edhie. “Pemberian gelar ini sarat kepentingan keluarga dan menguatkan kesan bahwa negara kembali tunduk pada kekuasaan feodal,” tulis pernyataan itu.

Selama lebih dari tiga dekade, rezim Soeharto dinilai bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran HAM berat, seperti pembantaian massal 1965–1966, penembakan misterius (Petrus) 1982–1985, tragedi Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, serta penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1997–1998. Amnesty menegaskan, hingga kini jutaan korban dan keluarganya belum mendapatkan kebenaran, keadilan, maupun pemulihan.

YouTube player