Jubir JK Soroti Arah Pembangunan GMTD: Bukan Bangun Wisata, Hanya Jual Rumah dan Kavling
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Polemik kepemilikan lahan di kawasan Tanjung Bunga, Makassar kembali mengemuka setelah Juru Bicara (Jubir) Jusuf Kalla, Husain Abdullah, angkat bicara terkait sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang terafiliasi dengan Lippo Group.
Menurut Husain, pihak PT Hadji Kalla tidak sedang mengalihkan isu atau menghindari proses hukum. Ia menegaskan bahwa pihaknya memiliki dokumen kepemilikan resmi berupa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan seluas 16,4 hektare yang disebut sebagai objek sengketa.
“Kami tidak sedang mengalihkan perhatian dari masalah hukum. Kami yakin dengan dokumen yang kami miliki berupa sertifikat HGB di atas lahan 16.4 hektar. Sebagaimana penegasan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, bahwa lahan tersebut milik Kalla,” ujar Husain dalam keterangan resminya kepada Rakyat.News, Rabu (19/11/2025).
Ia menambahkan bahwa pernyataan tersebut juga diperkuat oleh penjelasan Humas Pengadilan Negeri Makassar.
“Diperkuat oleh keterangan Juru Bicara Humas PN Makassar, Wahyudi Said, bahwa lahan dengan empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang disebut milik PT Hadji Kalla belum pernah disentuh eksekusi,” katanya.
Husain menilai dokumen kepemilikan tersebut sah dan tidak perlu dipersoalkan lagi.
“Dokumen kepemilikan ini tidak perlu diperdebatkan. Dokumen tersebut, ibaratnya buah dari perkawinan yang sah, bukan anak haram yang tidak jelas silsilahnya.”
Dalam pernyataannya, Husain juga menyinggung praktik ekonomi yang dinilainya dijalankan GMTD. Ia menyebut GMTD telah menerapkan praktik yang ia istilahkan sebagai Serakahnomics.
“Tapi kami perlu berbagi pengetahuan kepada masyarakat Sulawesi Selatan, bahwa GMTD telah melaksanakan praktik sistem ekonomi Serakahnomics,” ujarnya.
Ia menjelaskan definisi konsep tersebut. “Sebagaimana digambarkan oleh Presiden Prabowo Subianto, Serakahnomics adalah praktik ekonomi yang dikuasai oleh keserakahan dan tidak pro-rakyat. Ekonomi yang berfokus pada keuntungan maksimal tanpa memedulikan dampak sosial, moral, atau lingkungan.”
Husain mengklaim bahwa praktik tersebut tidak sejalan dengan semangat awal pendirian GMTD.
“Praktik Serakahnomics, inilah yang membuat GMTD menyimpang jauh dari cita cita luhur tokoh tokoh Sulawesi Selatan yang mendirikannya.”
Lebih lanjut, ia menyebut pengembangan kawasan Tanjung Bunga justru menyimpang dari tujuan semula.
“Tapi alih alih menyejahterakan rakyat, GMTD-Lippo telah menghianati tujuan pendirian perusahaan ini. Yang berdampak timbulnya sengketa pertanahan di Makassar, penggusuran yang berujung pada pemiskinan rakyat.”
Menurutnya, perusahaan tersebut kini lebih fokus pada bisnis properti dibandingkan pembangunan wisata. “Hanya Lippo lewat GMTD paling diuntungkan, dengan cara jual beli tanah kavling dan perumahan.”
TANGGAPAN PT GMTD TERKAIT SERAKAHNOMICS
Sebelumnya, Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said menilai tuduhan pihak PT Hadji Kalla terkait praktik Serakahnomics tidak relevan dan tidak memiliki dasar hukum.
Ali Said menyebut klarifikasi dari kubu JK sejauh ini tidak menjawab pokok perkara, yaitu legalitas kepemilikan lahan di kawasan Tanjung Bunga.
“Tidak ada jawaban. Tidak ada dokumen. Tidak ada dasar hukum,” kata Ali dalam keterangan resminya, Rabu (19/11/2025).
Ia menyebut bahwa seluruh legalitas lahan GMTD telah memiliki dasar hukum yang sah, mulai dari dokumen negara, putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, hingga eksekusi pengadilan.
Selain itu, pihak GMTD menegaskan bahwa Surat Keputusan tahun 1991 yang menjadi dasar pembentukan kawasan wisata Tanjung Bunga masih berlaku dan tidak pernah dicabut.
Ali mengatakan bahwa kawasan tersebut sejak awal merupakan kawasan wisata terpadu dengan GMTD sebagai pihak yang ditunjuk untuk pembebasan dan pengelolaan lahan.
Sengketa antara GMTD dan PT Hadji Kalla masih berlangsung dan kedua pihak saling mengklaim kepemilikan berdasarkan dasar hukum yang berbeda. Persoalan ini kini menjadi perhatian publik sekaligus menambah panjang daftar konflik tata ruang dan pertanahan di Kota Makassar. (*)








Tinggalkan Balasan