RAKYAT NEWS, JAKARTA – Pengamat Politik Ekonomi Indonesia, Dr. Ichsanuddin Noorsy, BSc, SH, MSi, kembali menyampaikan analisis tajamnya mengenai kondisi ekonomi politik nasional.

Ia menjelaskan berbagai skema ekonomi global, termasuk pengaturan jalur perdagangan dan special port, telah membentuk struktur kekuasaan baru yang menempatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam posisi rentan.

Menurutnya, negara harus lebih cermat membaca arah kebijakan global agar tidak terus menjadi objek dalam percaturan geopolitik dunia.

Ia menjelaskan bahwa pengaturan perdagangan internasional yang semakin dikendalikan oleh negara-negara besar telah menciptakan ketimpangan akses logistik, teknologi, dan distribusi. Dalam konteks itu, Indonesia disebut belum memiliki daya tawar cukup kuat. Dr. Noorsy menilai bahwa dominasi korporasi multinasional terhadap rantai suplai global semakin mempersempit ruang negara dalam menetapkan kebijakan ekonomi mandiri.

“Jika negara tidak berdaulat dalam perdagangan, maka kedaulatan di sektor lain akan ikut tergerus,” ujarnya.

Selain persoalan perdagangan, ia menyoroti pelemahan struktural ekonomi nasional yang semakin terlihat dalam tiga dekade terakhir. Deindustrialisasi dini, keterbatasan kemampuan teknologi, serta ketergantungan terhadap investasi asing menjadi kombinasi yang menurutnya berbahaya.

Ia menegaskan bahwa pembangunan yang berorientasi pada sektor primer tanpa pondasi industri kuat berpotensi menjebak Indonesia dalam siklus ekonomi rendah. Kondisi ini, lanjutnya, diperparah oleh kebijakan yang tidak berpijak pada kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.

Dr. Noorsy juga menyinggung risiko infiltrasi asing ke berbagai sektor strategis, baik melalui investasi, digitalisasi layanan publik, maupun penetrasi intelijen yang berjalan seiring dengan proyek-proyek ekonomi global. Ia memperingatkan bahwa berkembangnya special port yang dimiliki negara tertentu bisa menjadi pintu masuk kontrol baru terhadap arus barang, data, hingga pengaruh geopolitik.

YouTube player