BRORIVAI CENTER: Kualitas Demokrasi Sulsel Tertinggal
Bagaimana dengan Sulsel?, Asesmen terhadap kondisi demokrasi di Sulsel nampaknya belum membanggakan. Berdasarkan hasil kajian BRORIVAI CENTER yang disampaikan oleh M. Alif Andyva sebagai Executive Board, bahwa aspek-aspek yang diukur dalam indeks seperti kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi yang terbagi dalam sejumlah variabel dan indikator yang berbasis pada peristiwa atau kejadian (evidence based) di Sulsel itu, perlu menjadi perhatian khusus karena merupakan akumulasi dan cerminan situasi dinamika demokrasi di Indonesia.
Setidaknya terdapat empat variabel penting yang dapat disoroti terkait dengan perkembangan demokrasi di Sulsel yakni menyangkut proses elektoral dan pluralisme, kebebasan berkumpul dan berserikat, peran birokrasi pemerintah daerah, partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Isu yang menonjol adalah seputar pilkada dan pluralisme di Sulsel, dimana tergolong sebagai isu strategis yang perlu dicermati secara bersungguh-sungguh, disamping isu kebebasan sipil yang kini pengaturannya lebih pada pendekatan kekuatan/kekerasan. Selain itu, penghormatan terhadap pluralisme belum menjadi komitmen kita, hal ini terlihat ketika masih menguatnya gerakan politik yang berbasis etnisitas, primordialisme atau politik kekerabatan yang notabene menjadi penghambat dalam meningkatkan kualitas proses politik di Sulsel.
Dari pengalaman Pemilu 2014 lalu hingga menjelang pilkada serentak 2018, praktik demokrasi yang berjalan di Sulsel relatif buruk, dalam pengertian bahwa proses elektoral atau pemilihan yang pernah ada belum sepenuhnya menyentuh keutamaan substansi demokrasi. Artinya secara substantif belum terlihat pemerintahan berjalan secara efektif, termasuk kemampuan instrumen demokrasi seperti partai politik yang hingga kini belum mampu menopang secara baik dalam proses elektoral (demokratisasi internal partai politik masih lemah). Dalam konteks keberfungsian pemerintah di daerah juga dinilai belum kuat dan cenderung merosot. Misalnya saja, KPK menempatkan Sulsel pada urutan ke-7 terbanyak korupsi di Indonesia. Data ini membuktikan bahwa praktik demokrasi Sulsel masih jauh tertinggal, bahkan dinilai dalam praktiknya lebih banyak bersifat prosedural ketimbang substansial.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan