Penetapan upah minimum yang menggunakan formula PP 36 ini juga tidak memiliki landasan hukum karena UU Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK nomor 91/PUU-XVII /2020. Dengan memaksakan PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan, sangat mencerminkan penerapan sistem upah murah di Indonesia yang tidak lagi memperhatikan kebutuhan hidup yang layak bagi buruh/pekerja.

“Berdasarkan survey kami, hasil dari peninjauan kebutuhan hidup layak berada di angka Rp. 4.481.285 sesuai dengan 64 komponen dan jenis kebutuhan hidup layak berdasarkan Permenaker No. 18 Tahun 2020 padahal kepmenaker tersebut dibuat setelah pengesahan UU 11 tahun 2020 tentang cipta kerja,” ujarnya.

Sedangkan upah minimum di Sulawesi Selatan dan di Kota Makassar saat ini angkanya berada sangat jauh dari angka kebutuhan hidup layak. Sampai saat ini, baik dewan pengupahan maupun pemerintah tidak pernah mengumumkan kebutuhan hidup layak yg seharusnya menjadi acuan penetapan upah minimum.

Pasca perubahan sistem penetapan upah minimum berdasarkan UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, kenaikan upah minimum di Indonesia sudah tidak lagi mempertimbangkan kebutuhan hidup layak.

Hal inilah yang kemudian menjadi acuan kami untuk menolak kenaikan upah minimum tahun 2022 karena kami menilai penetapan kenaikan upah minimum ini sangat jauh dari kelayakan sesuai amanah konstitusi UUD RI tahun 1945.

Dengan adanya kebijakan pemerintah yang memdegradasi hak kaum buruh, kami akan melakukan mogok nasional (MONAS) di beberapa titik dan akan dipusatkan di kantor gubernur Sulsel dengan 3 tuntutan :

Berikut 3 Tuntutan Aliansi Perjuangan Rakyat…..

1. Aliansi Perjuangan Rakyat atau ALPAR menuntut pemerintah agar segera mencabut PP 36 Tahun 2021 dan mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja.