Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan ancaman Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak hanya itu, Widoni berjanji akan terus mengembangkan penyidikan kasus tersebut untuk menyeret tersangka berikutnya atau mereka yang dianggap turut terlibat dalam kegiatan yang menyimpang dan telah merugikan keuangan dan perekonomian daerah Kota Makassar tersebut.

“Pasal 55 juga akan jadi fokus pertimbangan sehingga kasus ini akan terus kami kembangkan. Jadi tidak hanya mentok pada 13 tersangka saat ini. Ke mana-mana saja aliran dana proyek ini kita sudah kantongi, tinggal pendalaman lebih lanjut nantinya,” jelas Widoni.

Ia mengungkapkan, dalam pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar hingga saat ini telah menelan anggaran hingga Rp120 miliar lebih. Namun, penyidikan kasus yang sedang berjalan baru sebatas pada penggunaan anggaran tahap pertama di tahun anggaran 2018 yakni sebesar Rp25 miliar lebih.

“Termasuk kita juga akan dalami sejauh mana pelaksanaan proyek IPALnya nanti. Untuk saat ini penyidikan baru sebatas pemanfaatan anggaran pembangunan gedungnya di tahap awal yang menelan anggaran Rp25 miliar lebih dan ternyata dari perhitungan BPK kerugian negara mencapai Rp22 miliar lebih. Pekerjaan dinilai oleh BPK sebagai total loss karena fisik bangunan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali,” ungkap Widoni.

Ia berharap peran aktif rekan-rekan media hingga masyarakat dalam mengawal penuntasan utuh kasus dugaan korupsi di lingkup Rumah Sakit Batua Makassar tersebut.

Jika dikemudian hari, kata dia, ada yang memiliki bukti lainnya yang masih terkait dengan dugaan penyimpangan pelaksanaan pembangunan Rumah Sakit Batua itu, agar bisa berkoordinasi dengan tim penyidik.