Pertanian konvensional pada umumnya dikelolah oleh para petani berusia tua dengan pendidikan masih sangat rendah, penerapan paket budidaya masih belum maksimal sehingga produktivitas lahan masih rendah, jalur rantai distribusi pemasaran yang sangat panjang, sebahagian besar petani hanya menjual komoditi tanpa ada pengembangan industri pengolahan untuk memberikan keuntungan tambahan.

Pemerintah, lembaga pendidikan, praktisi, pemerhati pertanian & stakeholder lain harus terus mendorong agar pengelolaan Pertanian harus lebih creatif dengan inovasi teknologi yang mensejahterakan.

Intervensi pemerintah sangat diperlukan untuk membangun iklim yang dapat mendorong terbentuknya Petani Millennials. Pedesaan harus didekatkan dengan internet, akses infrastruktur harus dibuka selebar-lebarnya, mendorong peluang pasar komoditi dan turunannya yang menguntungkan dan dukungan atas regulasi yang bisa menumbuhkan iklim investasi disektor pedesaan. Pemerintah harus hadir disini, petani tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri.

Kesejahteraan Petani Menjadi Kata Kunci

Menurut hemat saya, ancama krisis petani akibat rendahnya minat kaum Millennials atas sektor Pertanian bisa diatasi dengan menjadikan “Investasi Pedesaan” jauh lebih produktif mensejahterakan, penguatan SDM dengan penerapan inovasi teknologi Pertanian yang modern, pemanfaatan teknologi informasi dan membuka akses pasar selebar-lebarnya, bukan hanya pasar lokal tetapi nasional bahkan pasar internasional. Colek Satoimo Sulawesi, ayoo Tanam Talas Jepang.

Jika bertani bisa membuat seseorang menjadi jauh lebih sejahtera saya kira dengan sendirinya profesi ini bisa dibanggakan seperti petani dinegara-negara maju, menjadikan Petani & Pertanian tidak lagi identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.

Jika iklim ini sudah terbentuk, optimisme atas kaum millennials kembali ke desa membangun perekonomian dari pinggir akan terwujud. Para sarjana dan kaum muda terdidik akan menjadikan pertanian sebagai jalan hidup, bukan menggeluti sektor ini karena keterpaksaan.