Oleh karena itu diadakanlah seminar pada tanggal 16 dan 17 Oktober 1995 dengan menghadirkan para pakar/tokoh budaya dan tokoh-tokoh masyarakat dari 9 Kecamatan. Para utusan dari Kecamatan-Kecamatan itu diwajibkan membawakan makalah tentang perkembangan sejarah, aluk (agama), adat dan budaya di wilayah masing-masing.

Pada acara pembukaan, Bupati Tarsis Kodrat menyampaikan bahwa keberadaan wahana Hari Jadi Toraja diharapkan dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dan jajaran Pemerintah Daerah serta mendorong tumbuhnya semangat juang untuk mengemban tugas bersama dalam rangka bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Berbagai pertimbangan dan masukan disampaikan oleh peserta seminar, antara lain peristiwa-peristiwa dalam perjalanan sejarah masyarakat Toraja dan Sulawesi Selatan pada umumnya, serta mengambil perbandingan dari Daerah Tingkat I dan beberapa Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan, seperti: Sinjai, Bone, Luwu’, Gowa, dan Selayar tentang Hari Jadi masing-masing daerah itu.

Dalam seminar dibentuklah tim perumus untuk merumuskan hasil akhir produk seminar. Tim ini mengadakan rapat sebanyak enam kali dan menghasilkan kesimpulan seminar tentang Hari Jadi Toraja. Dalam kesimpulan tersebut diajukanlah dua point rumusan yang merupakan alternatif menyangkut tanggal, bulan dan tahun Jadi Toraja yang merujuk pada kearifan budaya nenek moyang (nenek todolo) dan semangat juang yang telah dipersembahkan oleh masyarakat Toraja dalam perjalanan panjang sejarah bangsa.

Rumusan itu memuat berbagai peristiwa sebagai puncak kejadian penting di Tana Toraja yang layak dipertimbangkan oleh Bupati dan selanjutnya diusulkan ke legislatif untuk dibahas dan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah.(yustus/ave).