Luwu Utara, Rakyat News – Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani kembali menjadi narasumber tingkat Nasional. Kali ini Bupati perempuan pertama di Sulsel bicara tentang “Peluang dan Tantangan Membangun Kedaulatan Pangan di Luwu Utara” pada Seminar Nasional Kedaulatan Petani atas Pangan “Beyond Food Security” yang dihelat di Swiss Bell Hotel Jl. Raya Kalibata No.22 Rajawati, Jakarta Selatan, Selasa (6/11).

Mengutip sepenggal kalimat bugis dalam kitab I La Galigo “Narekko malu’puko, mattamako ri tengngana Baebunta”, Indah memulai pemaparannya. “Ini adalah Bahasa Bugis yang artinya “Kalau kamu lapar maka masuklah ke dalam wilayah Baebunta”. Secara geografis wilayah Baebunta ini mulai dari Kabupaten Luwu Utara sampai dengan Kabupaten Poso. Di dalam daerah ini tidak boleh ada orang yang lapar karena tanahnya yang sangat subur,” kata Indah.

Bicara kebijakan pemerintah, lanjut Indah ujung-ujungnya bicara produksi tanaman pangan, holtikultura, dan perkebunan. Namun menurutnya pada kesempatan tersebut Ia tidak akan bicara terkait berapa produksi padi di Luwu Utara dari tahun ke tahun. “Kita tidak akan bicara tentang itu, juga tidak berbicara berapa persen kontribusi kita pada Provinsi dan Nasional atau bicara tentang betapa Luwu Utara menjadi penghasil kakao terbesar. Kita akan bicara melampaui kedaulatan pangan itu sendiri, kita akan bicara yang kadang sering kita abaikan sebab jarang sekali kita berbicara seberapa besar petani kita berdaulat atas apa yang mereka lakukan dan Ia kemudian menikmati atas apa yang dihasilkan,” terangnya.

Di Luwu Utara sendiri, Pemerintah Kabupaten secara khusus memberikan apresiasi untuk petani dengan penghargaan Adhikarya Pangan tepat pada Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) Tingkat Kabupaten. “Hal ini kita lakukan untuk membuat petani merasa bangga dengan profesinya dan tahu bahwa betapa mereka memberi arti dan tanpa mereka, yang lain bukan siapa-siapa. Di daerah kami hampir 80 persen petani ada juga PNS yang merangkap menjadi petani. Di mana- mana saya tidak malu menyampaikan bahwa saya jadi bupati karena kakao, karena orang tua saya petani kakao. Saya merasa, saya harus bangga terhadap apa yang saya miliki yang kemudian berdampak positif,” ungkap bupati kelahiran 1977 ini.

YouTube player