Pertanyaan yang dilontarkan Jokowi kepada Prabowo adalah pertanyaan yang bersifat private. Bukan private dalam pengertian individu Prabowo, melainkan partainya. Tentunya siapapun organisator, pasti akan menjawab bahwa persoalan partai adalah persoalan internal. Dan semua itu sudah diatur dalam AD-ART partai masing-masing. Justru aneh ketika persoalan internal partai ditarik pada perdebatan pilpres. Inilah yang mungkin membuat Prabowo kaget akan pertanyaan yang diluar dari ekspektasinya.

Kedua, ini yang paling banyak disinggung oleh Tim BPN Prabowo-Sandi dan para pengamat politik, bahwa Prabowo terlalu sopan dalam berdebat dan tidak ingin menjatuhkan lawannya di depan umum. Lihat saja bagaimana Prabowo melarang Sandiaga Uno untuk menanyakan soal kasus Novel Baswedan yang sampai sekarang masih belum selesai. Padahal menurut pernyataan Sandi, bahwa pertanyaan tersebut sudah ia siapkan. Justru yang menolak untuk ditanyakan kepada paslon 01 adalah Prabowo sendiri. Mengapa demikian? itu semua hanya Prabowo yang paling tahu.

Ketiga, sebagai mantan prajurit yang biasa memimpin anak buahnya di medan pertempuran, Prabowo sudah terbiasa untuk menanggung semua resiko dan tanggungjawab atas anak buahnya. Sebagai seorang pimpinan yang memimpin pasukan perang, tidaklah etis ketika ada kesalahan dari anak buahnya, kemudian ia (Prabowo) limpahkan kepadanya atas dasar bukan Prabowo yang melakukan. Kemudian di depan publik Prabowo berkata “Ini bukan urusan saya”.

Prabowo justru berani mengatakan di depan publik bahwa, “Kalau ada anak buah saya yang melakukan korupsi, sayalah yang akan menyeretnya ke dalam penjara.” Sungguh narasi yang khas dari seorang pemimpin pasukan.

Krisis Indonesia saat ini adalah krisis kepemimpinan. Atas dasar trias politika, seolah-olah presiden selaku panglima tertinggi di negara ini tidak berhak mencampuri wilayah yang lain. Sehingga ketika ada pertanyaan dari wartawan dijawab dengan kalimat, “Ini bukan urusan saya, tanya sama menterinya”, “Saya sudah menyerahkan pada Kapolri”, dan sederet narasi yang seolah-olah Presiden hanya ada pada wilayah eksekutif.