Opini, Rakyat News – Bagi yang mengikuti debat pertama Kamis, 17 Januari 2019 lalu, tentunya kita masih ingat akan pertanyaan paslon nomor 01 Jokowi-Ma’ruf kepada paslon 02 Prabowo-Sandi. Pertanyaan tersebut ialah seputar penandatanganan Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Partai Gerindra terhadap caleg tingkat DPRD yang diketahui mantan koruptor.

Bola liar atas pertanyaan tersebut akhirnya berujung pada dilaporkannya paslon 01 Jokowi-Ma’ruf ke Bawaslu atas dugaan penghinaan kepada calon presiden Prabowo Subianto oleh Tim Advokat Milenial Peduli Pemilu.

Lepas dari bola liar yang digelindingkan oleh paslon 01 dan dijawab dengan pelaporan, secara regulasi memang dalam ketentuan pasal 243 ayat 3 UU No 7/2017 tentang pemilu mengatur bahwa calon anggota DPRD tingkat provinsi ditetapkan oleh pengurus parpol tingkat provinsi, dan untuk caleg DPRD tingkat kabupaten/kota ditetapkan oleh pengurus parpol tingkat kabupaten/kota.

Menjadi pertanyaan jika dikaitkan atas pertanyaan paslon 01 kepada Prabowo Subianto adalah apakah Prabowo tidak mengetahui akan regulasi tersebut? Mungkinkah Partai Gerinda yang sudah beberapa periode mengikuti pemilihan caleg baik di tingkat DPR maupun DPRD ketua umumnya tidak mengetahui regulasi seperti itu? rasanya tidak mungkin.

Lantas, apa yang membuat Prabowo menjawab seolah-olah tidak tahu? Paling tidak ada tiga alasan yang bisa diangkat untuk menguak, mengapa seorang Prabowo terkesan gugup ketika pertanyaan itu ditunjukkan padanya.

Pertama, bagi siapa pun calon presiden yang akan berdebat melawan capres yang lain tentu fokus utama dalam diskusi adalah soal tema. Tema tersebut kemudian dijabarkan secara mendalam oleh paslon baik pada dimensi filosofis maupun teknis. Pastinya setiap calon akan merasa kaget dan bahkan terganggu jika pertanyaan yang muncul adalah pertanyaan yang tidak ada kaitannya atau yang bersifat private.

Pertanyaan yang dilontarkan Jokowi kepada Prabowo adalah pertanyaan yang bersifat private. Bukan private dalam pengertian individu Prabowo, melainkan partainya. Tentunya siapapun organisator, pasti akan menjawab bahwa persoalan partai adalah persoalan internal. Dan semua itu sudah diatur dalam AD-ART partai masing-masing. Justru aneh ketika persoalan internal partai ditarik pada perdebatan pilpres. Inilah yang mungkin membuat Prabowo kaget akan pertanyaan yang diluar dari ekspektasinya.

Kedua, ini yang paling banyak disinggung oleh Tim BPN Prabowo-Sandi dan para pengamat politik, bahwa Prabowo terlalu sopan dalam berdebat dan tidak ingin menjatuhkan lawannya di depan umum. Lihat saja bagaimana Prabowo melarang Sandiaga Uno untuk menanyakan soal kasus Novel Baswedan yang sampai sekarang masih belum selesai. Padahal menurut pernyataan Sandi, bahwa pertanyaan tersebut sudah ia siapkan. Justru yang menolak untuk ditanyakan kepada paslon 01 adalah Prabowo sendiri. Mengapa demikian? itu semua hanya Prabowo yang paling tahu.

Ketiga, sebagai mantan prajurit yang biasa memimpin anak buahnya di medan pertempuran, Prabowo sudah terbiasa untuk menanggung semua resiko dan tanggungjawab atas anak buahnya. Sebagai seorang pimpinan yang memimpin pasukan perang, tidaklah etis ketika ada kesalahan dari anak buahnya, kemudian ia (Prabowo) limpahkan kepadanya atas dasar bukan Prabowo yang melakukan. Kemudian di depan publik Prabowo berkata “Ini bukan urusan saya”.

Prabowo justru berani mengatakan di depan publik bahwa, “Kalau ada anak buah saya yang melakukan korupsi, sayalah yang akan menyeretnya ke dalam penjara.” Sungguh narasi yang khas dari seorang pemimpin pasukan.

Krisis Indonesia saat ini adalah krisis kepemimpinan. Atas dasar trias politika, seolah-olah presiden selaku panglima tertinggi di negara ini tidak berhak mencampuri wilayah yang lain. Sehingga ketika ada pertanyaan dari wartawan dijawab dengan kalimat, “Ini bukan urusan saya, tanya sama menterinya”, “Saya sudah menyerahkan pada Kapolri”, dan sederet narasi yang seolah-olah Presiden hanya ada pada wilayah eksekutif.

Padahal seorang presiden adalah chief of law enforcement yaitu memastikan kinerja penegakan hukum berjalan sesuai dengan jalurnya secara benar. Ia tidak mengintervensi wilayah manapun. Tapi ia berhak untuk menegakkan supremasi hukum karena ia lihat penegakan hukum berjalan lambat dan berat sebelah.
Itulah jiwa kesatria dari Prabowo Subianto yang ia tunjukkan dalam perdebatan capres-cawapres pekan lalu. Sungguh etika dan jiwa kesatria yang tinggi yang ia pertontonkan pada khalayak ramai. (*)

Sumber :
https://www.teropongsenayan.com/97099-jiwa-kesatria-ala-prabowo