Makassar, Rakyat News – Guru besar Universitas Indonesia Prof Yusril Ihza Mahendra (YIM) menjadi penguji dalam ujian promosi doktor ilmu hukum dengan promovendus Fahri Bachmid di Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Selasa (5/3/2019).

Fahri Bachmid mempertahankan disertai dengan judul “Hakikat Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan/Atau Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Dalam kesempatan itu, pria kelahiran Waimangit, 29 Agustus 1977 itu menjelaskan bahwa kedudukan presiden sangat vital dalam sebuah negara.

“Kedudukan presiden sangat vital menentukan perjalanan bangsa ke depan, termasuk kehidupan ketatanegaraannya. Kekuasaan presiden baik secara atributif maupun derivatif punya kekuasaan tunggal dan posisi kuat sehingga untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan pemerintahan harus ada mekanisme koreksi demi terciptanya pemerintahan yang demokratis,” ungkap Fahri.

Suami dari dr Syamsila Mona Rumata menambahkan bahwa, pengalaman pemakzulan atas Presiden Soekarno dan Abdurrahman Wahid ternyata mengandung banyak kelemahan terutama bersumber dari konstitusi yang belum mengatur secara jelas mengenai mekanisme pemakzulan, termasuk perbuatan yang dapat mengakibatkan seorang presiden dimakzulkan.

“Putusan mahkamah konstitusi (MK) ini menjadi debat dalam kalangan akademisi, pemerhati dan pakar. Memang keputusan MK final, tapi keputusan pemberhentian tetap berada di MPR. Perdebatan ini tidak sampai berkesudahan,” ujarnya.

Sementara itu, Prof YIM selaku penguji eksternal memberikan apresiasi atas karya tulis ilmiah yang dibuat oleh Fahri.

“Memang sudah ada banyak mahasiswa yang membuat karya ilmiah seperti ini, tetapi yang dibuat oleh Pak Fahri agak lebih jelas soal pemaksulan itu,” katanya kepada awak media.

Selain Prof YIM, penguji lainnya adalah Prof Dr Said Sampara, Prof Dr Sufirman Rahman, Prof Dr La Ode Husen, Prof Dr Syahruddin Nawi, Prof Dr Mansyur Ramly, Dr Hamza baharuddin, Dr Abdul Qahar, dan Dr Baharuddin Badaru. (*)