“Sehingga kriteria untuk menentukan adanya “necessity” menjadi lebih jelas, kebutuhan yang dirumuskan sebagai alasan pembenar untuk melakukan tindakan yang bersifat darurat, proporsional, wajar atau setimpal sehingga tindakan dimaksud tidak boleh melebihi kewajaran yang menjadi dasar pembenaran bagi dilakukannya tindakan itu sendiri,” katanya.

Baca Juga: 2 Alasan Nasdem Kecam Wacana Penundaan Pemilu 2024

Disampaikan Fahri, prinsip “necessity”termasuk mengambil dan menetapkan beleeid tertentu, yang salah satunya adalah opsi Dekrit dengan segala konsekwensinya, baik politik maupun hukum, untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Dengan demikian, konsep usulan penundaan Pemilu yang disampaikan oleh interest group tersebut setelah ditelaah secara mendalam dan cermat, ternyata mempunyai potensi pelanggaran serta berakibat terjadinya pembangkangan secara terbuka terhadap konstitusi.

“Dan lebih jauh mempunyai daya rusak yang sangat elementer, dan destruktif terhadap perkembangan konsolidasi demokrasi konstitusional yang telah diatur dalam konstitusi,” paparnya.

Menurut Fahri, dalam sebuah negara demokrasi konstitusional, setiap diskursus yang dilontarkan setiap warga negara adalah sesuatu yang generik, tetapi harus disertai dengan suatu tanggung jawab serta standar moral tinggi untuk kepentingan kemaslahatan yang jauh lebih besar untuk bangsa dan negara. Dan idealnya harus berangkat dari spirit sebagai negarawan sejati.

“Secara filosofis, adagium hukum yang menegaskan bahwa “ubi societas ibi ius” dimana ada masyarakat disitu ada hukum, keberadaan hukum pada masyarakat merupakan instrumen penting untuk menciptakan ketertiban di masyarakat karena dalam suatu lingkungan sosial dimana hubungan relasi antar sesama manusia sering menimbulkan potensi konflik antar kepentingan masyarakat tersebut, yang keberadaannya menjadi sangat penting. Oleh sebab itu, sebagai alat “Tool” untuk menjaga dan menjamin adanya ketertiban sosial, maka ketaatan terhadap hukum (konstitusi) wajib untuk dilaksanakan.