Menurut Kurnia, apabila Edhy sebagai menteri bekerja dengan baik, ia tidak akan menerima suap dan menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi,” ujar Kurnia.

Edhy, lajut dia, sebagai menteri memanfaatkan jabatan untuk mendapatkan keuntungan dengan perbuatan yang jelas melawan hukum. Berdasarkan alasan itu, menurut dia, hukuman Edhy perlu ditambah karena bertindak sebagai pejabat publik.

“Pemotongan hukuman oleh Mahkamah Agung dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi,” tegas dia.

Putusan MA yang kerap meringankan hukuman para koruptor, kata Kurnia, tidak memberikan efek jera bagi para pelaku. Dia menilai hukuman lima tahun yang diberikan kepada Edhy terkesan janggal.

ICW mencatat ada tren hukuman ringan dalam pemberantasan korupsi. Rata-rata vonis kasus tindak pidana korupsi (tipikor) hanya 36 bulan penjara atau tiga tahun sepanjang 2020.

Pengurangan hukuman yang dijatuhkan MA kepada Edhy menuai reaksi dari masyarakat. Dalam laman change.org, terdapat petisi yang diinisiasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana, Bali, untuk mendesak hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan MA menghukum berat koruptor. Hingga Sabtu, 12 Maret 2022, petisi itu ditandatangani 246 orang.

Baca Juga : Bangun Koordinasi Solid, KY Gelar Raker Tahun 2022

Pilihan Video