Australia, Rakyat News – Ada dua berita yang menarik untuk dibahas dan disandingkan agar menimbulkan kesan keadilan tetap dijunjung pemerintah. Yang pertama, adalah kunjungan Presiden Joko Widodo ke Australia telah dimanfaatkan oleh simpatisan OPM dan Veronica Koman dengan memberikan data-data tahanan politik,”jelas hal ini merupakan kabar mengagetkan datang dari Canberra, Australia.”

“Melalui sebuah siaran pers, salah satu aktivis dan pengacara HAM, Veronica Koman mengaku menyerahkan data tahanan politik dan korban tewas papua kepada Presiden Joko Widodo. Data diserahkan pada Senin (10/2).

“Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia,” tulis Veronica seraya menambahkan, telah menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian.”

“Dalam pesannya, Veronica Koman mendesak agar pemerintah Australia turut membahas pelanggaran HAM di Papua dengan Presiden Jokowi.”

“Presiden Republik Indonesia ke-7, Ir. H. Joko Widodo dipermalukan dengan tindakan “brutal” ini dilakukan di parlemen Negeri Kanguru di Canberra. Pelakunya Ketua Partai Hijau Australia, Adam Bandt.

Presiden Jokowi dapat kesempatan berpidato dihadapan sidang parlemen Austalian yang terhormat. Lalu Brandt ambil jurus angkat-banting. Dia memuji pidato Jokowi soal perubahan iklim, tapi “sekarang tolong selesaikan sesuatu tentang Papua Barat,” pinta Brandt.

“Setidaknya ada tiga hal yang digugat Brandt. Pertama, mendesak pemerintah agar mengizinkan Komisioner Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) berkunjung ke Papua. Kedua, mencabut pembatasan akses bagi wartawan asing dan pemantau HAM di Papua. Ketiga, memerintahkan penyelidikan independen terhadap semua pelanggaran HAM yang terkait demonstrasi di Papua pada tahun lalu dengan tujuan membawa para pelaku pelanggaran tersebut ke pengadilan.”