Kondisi ini menunjukkan adanya degradasi pengaruh tokoh prominen yang menyebabkan meraka mempolitisasi isu-isu agama, SARA dan isu berbau politik identitas lainnya. Menilik kepada pendapat Donald Stokes (1963) terkait elektabilitas yang menyatakan kuat lemahnya elektabilitas calon dalam kontestasi politis sangat ditentukan atau merujuk pada kekuatan atomik calon dalam menarik dukungan dalam artian apakah calon memiliki karisma ditengah masyarakat, popularitas yang positif atau memili reputasi bersih dari korupsi. Jadi, penggunaan politik identitas jelas menunjukkan karena pelakunya kurang memiliki kriteria elektabilitas yang dikemukakan Stokes.”

Untuk itu, pada pelaksanaan Pemilu selanjutnya yakni Pilkada Serentak Tahun 2020 agar tidak berkembanganya politik identitas maupun kelompok yang kontra Pemerintah, agar semua pihak senantiasa menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa. Jangan sampai gambaran dikotomi rivalitas kedua Paslon masih terbawa hingga mengarah pada pembelahan sosial yang cukup tajam.”

Tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat. Secara teoretis konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan independensinya, tidak partisan dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu, sehingga pelaksanaan Pemilu dapat berjalan lancar dan dapat menekan angka golput dalam setiap Pemilu.

Penulis : Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI) dan Fordial