Andri Husain,SE.

Laksana Gali lubang tutup lubang, itulah bicara lama yang sering di ungkapkan untuk menyeseli sesuatu upaya kerja.

Pembangunan sering diidentikkan dengan kesejahteraan, tetapi stigma ini harus di daur ulang, Memang hal tersebut rumit untuk di pecahkan. Kian rumitnya, terkadang memenjarakan suatu masyarakat dari beban utang. Hingga, pada masa sekarang satu pemerintahan jika memahami kesejahteraan itu pada infrastruktur fisik, misalnya Talut, gorong, gedung, jalan dll. Maka harus siap sesat dalam untang yang bergelimang derita kemiskinan.

Lemahnya pertumbuhan ekonomi, juga disebabkan oleh ideologi percepatan pembangunan. berangkat dari persoalan ini, dapat dilihat dari peristiwa sekarang. Tercipta satu ketergantungan masyarakat, yang mempengaruhi kebutuhan sehari-hari, bekerja menjadi penambang batu dan pasir, menurutnya, ini hal yang menusiawi. Sebagai akibatnya, kerusakan alam pun tak bisa terhindarkan Sebut saja abrasi, polusi dll.

Perkebunan menjadi hutan di tumbuhi pohon-liar. Peralihan etos pertahan hidup menjamur subur pada proyek menjanjikan masa depan. Apa bedanya dengan penambang pasir dan batu  pada pembangunan Piramida di Mesir kuno. Menindas rakyat dengan gaya baru pada pembangunan fisik, upah kerja yang tidak sesuai di anggap lumrah.

Lantas, apa yang menurut kita sejahtera dalam amat konstitusi. Siap pun dia, pemimpin dalam suatu masyarakat tidak bisa berpaling dari dari Hakim konstitusi. Dengan demikian, menjadi keharusan bagi setiap pemimpin agar mewujudkan janji kesejahteraan yang di embannya, Bukan semakin menumpuk beban.

Pemimpin yang inovatif dan kreatif sangat diperlu di era-era sekarang. Barangkali, Sudah menjadi keharusannya demi menjawab  dan melihat  masalah-masalah yang primer. Mendidik pengrajin kebun, nelayan dan peternakan serta kreasi kearifan lokal agar hidup bertahan pada ancaman kemaslahatan.