Jakarta, Rakyat News – Baleg DPR RI membahas RUU Ciptaker atau Omnibus Law terus berjalan di DPR RI karena memang urgensi RUU ini untuk segera mendongkrak perekonomian nasional yang saat ini sudah terpuruk dan ditandai dengan sebanyak kurang lebih 3 juta orang sudah ter-PHK atau “dirumahkan”, maka Indonesia segera memerlukan payung hukum yang moderat untuk menarik investasi.

Sektor ketenagakerjaan berdasarkan Estimasi Global International Labour Organization ( ILO ) bahwa jam kerja akan menurun 6,7 persen pada kuartal kedua 2020, yang setara dengan 195 juta buruh. Di Indonesia buruh yang terdampak covid 19 berjumlah 1.659.572 orang bekerja di sektor formal dan dirumahkan, 749.506 orang buruh sektor formal terkena PHK mencapai dan 405.219 orang bekerja di sektor informal. (Data :Kemenaker dan BPJS T.K).

Angka tersebut sepertinya belum akan berhenti, seiring laju perkembangan pandemi Covid 19 yang belum dapat diperkirakan sampai kapan akan berakhir. Saat ini situasi publik, seperti diperlihatkan adu pacu antara peningkatan pasien Covid-19 dan korban PHK.

Permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini ditengah-tengah gemuruhnya pro dan kontra RUU Ciptaker adalah berkisar apakah mengutamakan pendekatan hukum sehingga RUU ini legalitasnya tidak dipertanyakan, atau mengedepankan kepentingan ekonomi karena namanya Omnibus Law berarti UU yang menggabungkan, merangkai dan merevisi UU sektoral yang dirasakan kurang cocok.

Disinilah penting adanya “mind mapping atau pemetaan pemikiran” kelompok pro dan kontra Omnibus Law.

Perkembangan terkini Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Panja Baleg DPR RI adalah tidak ada kesepakatan DPR RI untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja seperti di video akun Youtube DPR RI (karena pandangan ini hanyalah pandangan pribadi pembuatan pernyataan tersebut).