“Karena kalau kita boleh jujur APBN yang diberikan untuk Kementerian Dalam Negeri masih jauh dari kata ideal sebagai menteri yang bertanggung jawab atas politik dan pemerintahan dalam negeri angka ini,” katanya.

“Saya harus katakan Prof Tito ini angka yang tidak ideal saya melakukan kajian komparasi dengan beberapa negara yang lebih kurang APBN nya lebih kurang dengan kita prosentase yang Bapak nikmati yang Bapak kelola itu sangat kecil dibanding dengan Kementerian yang sama di beberapa negara dengan luas yang sangat besar seperti ini sehingga saya bisa memaklumi segala keterbatasan-keterbatasan yang Bapak miliki,” jelasnya.

Atas dasar itu dia berharap penarikan tarif tidak dibebankan kepada masyarakat, melainkan bagi kementerian/lembaga yang selama ini diberikan akses gratis NIK tersebut melalui mekanisme yang diatur selanjutnya.

“Pengenaan tarif akan dikecualikan untuk pelayanan publik, bantuan sosial, dan penegakan hukum, seperti BPJS Kesehatan, pemda, kementerian, lembaga, sekolah, dan universitas,” tandas calon Gubernur Kalimantan Selatan ini.

Sebelumnya, Kemendagri berencana menarik tarif Rp1.000 untuk tiap akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) di database kependudukan.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, tarif ini akan dikenakan pada lembaga atau instansi tertentu yang mengakses database NIK.

“Dukcapil Kemendagri sudah menggratiskan selama delapan tahun ditanggung APBN,” kata Zudan.

Nantinya, penerapan ini akan diberlakukan untuk seluruh lembaga pengguna database kependudukan. Hal ini sebelumnya telah didiskusikan dengan lembaga terkait dan akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).

“Saatnya semua lembaga yang memungut profit untuk berbagai beban dengan Dukcapil. Selama ini bebannya ada di puncak Dukcapil semua,” kata Zudan.

Dirjen Zudan juga mengatakan ratusan server yang dikelola data center Dukcapil sudah berusia terlalu tua rata-rata usianya sudah melebihi 10 tahun.