Hal ini membuat Hendrik dan bapaknya mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan negeri dengan harapan dana depositanya dapat dikembalikan oleh pihak PT. BNI.

“Kami juga melakukan gugatan wanprestasi terhadap ingkar janji pihak BNI di pengadilan negeri makassar dengan No. 170/PDT/PN.MKS 2021 pada bulan april akhir dan sudah memasuki tahap jawaban pihak BNI yang pada intinya mengarahkan masalah ini kepada salah satu oknum karyawannya dan menganggap masalah ini bukan kesalahan BNI, padahal kami bisa membuktikan bahwa tindakan karyawannya merupakan tindakan BNI dan sistemnya BNI yang menjalankan uang klien kita didalam Bank,” sambungnya.

Proses hukum di Pengadilan Negeri Makassar sudah melewati tahap pengajuan replik dan akan memasuki agenda duplik pada hari kamis nanti (09/09).

“Jadi di pengadilan kami sudah mengajukan replik dan kamis nanti masuk agenda duplik,” katanya.

Menurut Informasi, pihak PT. BNI sedang dalam proses pemeriksaan terkait masalah kerugian deposito yang dialami oleh Hendrik dan Heng Pao Tek. Namun, menurut Rudi, proses pemeriksaan selama satu bulan tanpa adanya keterbukaan dari bank itu sangat tidak wajar. Ia juga menyampaikan kepada seluruh masyarakat agar berhati-hati dan mengambil pelajaran dari masalah kliennya.

Rudi berharap agar pihak PT. BNI segera memenuhi janjinya untuk melakukan ganti rugi kepada kliennya.

“Pak heng pao tek ini bapak dari pak hendrik, beliau itu menjual gudangnya di paralloe untuk biaya pengobatan sehingga asetnya disana dimasukkan ke BNI untuk deposito, saya mengetuk pintu hati Dirut Bank BNI, Kementerian BUMN, kepada Presiden Republik Indonesia bahwa uang ini digunakan untuk biaya pengobatan pak heng pao tek yang sekarang biaya pengobatannya satu kali suntik itu memakan biaya 24 juta,” harapnya.