JAKARTA – Bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite disarankan oleh Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi agar diperuntukkan bagi kendaraan sepeda motor dan angkutan umum atau pelat kuning.

Baca Juga : Pertamina Apresiasi HMI Sulselbar, Diskusi dan Kawal Subsidi Tepat Sasaran

Ia mengatakan, perlu diberlakukan pembatasan terhadap Pertalite untuk menekan angka subsidi di APBN, dan kriteria pembatasan dibuat secara sederhana dan operated pada SPBU tanpa menggunakan MyPertamina.

“Pertalite perlu pembatasan untuk menurunkan beban subsidi di APBN. Kriteria pembatasan dibuat sederhana dan operated di SPBU, tanpa MyPertamina,” ujarnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

Aplikasi MyPertamina dipandang masih belum tepat untuk diterapkan mengingat infrastruktur digital masih belum memadami, serta faktor gagap teknologi.

Skema pendistribusian bahan bakar minyak bersubsidi yang langsung menyasar subjek penerima akan mudah diterapkan saat proses pengisian di SPBU.

Skema ini juga dinilai mampu meredam peralihan konsumsi masyarakat dari BBM nonsubsidi ke BBM subsidi.

Lanjut Fahmi, alasan dari dihapuskannya Premium adalah meski memiliki volume yang kecil dan distribusi hanya diluar Jamali (Jawa, Bali, dan Madura), dan meski demikian impor dan subsidi content cukup besar.

 

“Premium dihapuskan, alasannya meski volume kecil dan distribusi hanya di luar Jamali (Jawa, Bali, dan Madura), tapi impor dan subsidi content cukup besar,” ujar Fahmy.

Pertamina menyatakan pemulihan ekonomi pascapandemi melandai telah berdampak terhadap peningkatan mobilitas masyarakat, sehingga tren penjualan BBM dan elpiji ikut naik.

Apabila, tren ini terus berlanjut, maka konsumsi BBM subsidi akan melebihi kuota. Pemerintah sedang melakukan revisi dari Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 terkhusus mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi.