“Hal yang tidak wajar disampaikan majelis secara lisan kepada klien kami bahwa “kamu akan dipenjarakan apabila majikan kamu tidak memberikan ganti rugi. Sementara disisi lain majikan yang kemudian menjadi penumpang tidak dijadikan sebagai terdakwa dan kemudian dibebaskan, lantas bagaimana proses ganti kerugiannya,” tanya Fahmi.

Secara etis maupun prosedural hukum acara, seorang hakim tidak sepatutnya menyampaikan penyataan yang isinya kurang lebih berupa ancaman terhadap terdakwa, karena kapasitasnya selaku hakim dan bukan sebagai JPU atau Advokat.

“Oleh karena itu, kami meminta kepada Komisi Yudisial RI sebagai lembaga pengawas Eksternal dalam tataran kekuasaan kehakiman yang mempunyai peran penting dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim, untuk mengawasi dan memantau proses peradilan saya dengan nomor register perkara 328/Pid.Sus/2022/Pn Jkt.Sel, kemudian memberikan sanksi tegas apabila ditemukan kesalahan penerapan hukum dan maladministrasi dalam penanganan perkara ini,” tegas Fahmi.

Baca Juga : PERMAHI: Kehadiran RKUHP Ancam Jalannya Demokrasi dan Kebebasan Berpendapat

Nonton Juga