MAKASSAR, RAKYAT NEWS – 8 anggota eks Panitia Pemungutan suara (PPS) Kecamatan Tamalate kembali menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar.

Menurutnya keputusan KPU Makassar diduga tidak profesional dalam memberhentikan 8 anggota PPS di Kecamatan Tamalate.

Eks anggota PPS Manccini Sombala, Israq menilai pemberhentian 8 anggota PPS Tamalate tidak sesuai dengan prosedur dan tidak profesional karna tidak melalui beberapa tahapan seperti yang diatur dalam Keputusan KPU Nomor 337 Tahun 2020.

“Surat Keputusan KPU Makassar soal pemberhentian panitia pemungutan suara (PPS) dengan tuduhan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu 2024, dinilai tidak prosedural dan diduga jauh dari kata profesionalisme kerja KPU Kota makassar,” ungkap Israq kepada rakyat news, Jum’at (14/7/2023).

Lanjut ia mengungkapkan mestinya KPU Makassar jauh lebih memperhatikan SK KPU No. 337 dalam memberikan sanksi kepada penyelenggara adhoc baik tingkat PPK, PPS maupun KPPS. Sehingga bisa memberikan rasa keadilan dalam membuat keputusan.

“Surat keputusan KPU Nomor 337 tersebut diatur secara seksama dan terperinci bagaimana proses dan tahapan penjatuhan sanksi jika terdapat penyelenggara adhoc baik tingkat PPK, PPS maupun KPPS ketika mereka melakukan pelanggaran,” katanya.

Selain itu, ia menyampaikan sebelum menerima SK pemberhentian dari KPU Kota Makassar, 8 PPS ini hanya diundang satu kali undangan klarifikasi via zoom.

“Delapan PPS ini hanya satu kali diundang klarifikasi oleh KPU Kota Makassar, yakni tanggal 22 juni 2023 dan proses klarifikasinya hanya lewat zoom. Setelah itu terbitlah surat pemberhentian,” tuturnya.

Mestinya sebelumnya pemberhentian PPS kata Israq, KPU Makassar menggelar sidang kode etik sebelum melakukan pemberhentian PPS yang diduga melanggar. Mestinya kami diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan atas apa yang disangkakan akan tetapi yang dipraktikkan KPU Kota Makassar sangat berbeda dan tidak ada ruang bagi PPS untuk melakukan pembelaan.