RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Asisten Gubernur – Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran, Dicky Kartikoyono beberkan alasan pengenaan biaya merchant discount rate (MDR) 0,3 persen pada penggunan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) terhadap usaha ultra mikro (Umi) yang berlaku sejak 1 Juli lalu.

Sebelum pandemi, kata Dicky, MDR QRIS Umi adalah 0,7 persen. Saat pandemi, bank sentral membebaskan biaya QRIS untuk usaha wong cilik.

Setelah pandemi berlalu, BI memutuskan untuk kembali menerapkan tarif QRIS Umi untuk menjaga keberlanjutan penyelenggaraan oleh industri. Ekosistem QRIS sendiri melibatkan banyak pihak mulai dari issuer, acquirer switching, hingga lembaga pembuat standard.

“MDR adalah semacam fee yang dikenakan oleh industri untuk bisa menggunakan ekosistem digitalnya. BI tidak terima apapun karena ekosistemnya adalah ekosistem industri melalui Gerbang Pembayaran Nasional,” ujar Dicky dilansir dari CNNIndonesia.com.

Besaran tarif mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari biaya investasi dan operasional penyelenggaraan QRIS, upaya perluasan akseptasi QRIS, hingga inovasi.

Tarif MDR itu digunakan untuk membangun infrastruktur, aplikasi, sumber daya manusia, penalangan dana, pemasaran, akuisisi merchant dan pengguna, hingga edukas.

Dengan pengenaan MDR bagi merchant usaha mikro, pelaku industri akan membarenginya dengan peningkatan kualitas layanan.

“Misalnya, ada teknologi dan infrastruktur yang membuat merchant tidak harus menunggu atau setelmen untuk menarik dana bisa H+0,” terangnya.

Besaran 0,3 persen juga tetap lebih efisien atau lebih rendah dari segmen usaha lain dan metode pembayaran lain.

Sebagai pembanding, MDR untuk segmen usaha kecil, menengah, besar 0,7 persen. Lalu, MDR kartu debit GPN on us (pada mesin yang dimiliki bank pemilik kartu) 0,15 persen, MDR kartu debit GPN off us (pada mesin yang dimiliki oleh bank lain) 1 persen, dan MDR kartu kredit 2 persen.