RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Pengunduran diri Firli Bahuri sebagai Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai modus lama agar terhindar dari sanksi etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

“Ini modus lama Firli, sama ketika (saat menjabat) Deputi Penindakan KPK melakukan pelanggaran berat kemudian menghindar dengan cara mengundurkan diri,” ujar Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, Kamis (21/12/2023).

Novel berpendapat modus tersebut semestinya tidak boleh terulang, karena berpotensi tidak menyelesaikan persoalan yang sedang berjalan secara utuh.

“Modus ini harusnya tidak boleh terulang karena akan jadi pola ‘jahat’. Cara ini akan membuat pelanggaran tidak diungkap dengan tuntas sehingga pihak-pihak lain yang terlibat tidak diusut,” ucap Novel.

“Sebenarnya Dewas masih bisa memilih untuk terus memeriksa kasus ini agar jelas,” imbuhnya.

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda permohonan pengunduran diri Firli hingga ada keputusan dari Dewas KPK.

“ICW mendesak Presiden Joko Widodo untuk menunda penerbitan Keputusan Presiden terkait dengan pengunduran Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK hingga proses persidangan etik di Dewan Pengawas selesai,” kata Kurnia.

Ia menduga Firli ingin meniru mantan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri agar proses etik di Dewas KPK dihentikan.

“Cara-cara semacam ini kian menunjukkan bahwa Firli penakut dan ingin lari dari pertanggungjawaban etik di KPK,” imbuhnya.

“Ini penting Presiden lakukan. Sebab, jika model seperti Lili diteruskan, maka berpotensi ditiru oleh Pimpinan KPK mendatang jika tersangkut dugaan pelanggaran kode etik berat,” lanjutnya.

Firli mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden RI melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada Senin (18/12/2023). Ia berharap Jokowi menyetujui keputusannya tersebut.