“Ini menurut saya menyedihkan. Masyarakat kita sepertinya dari masa reformasi belum selesai konsolidasi demokrasinya, padahal sudah dua dekade lewat tetapi masih saja tidak ‘mau’ menerapkan praktik-praktik yang benar,” ungkapnya.

Selain itu, Raidah juga mengatakan bahwa praktik kecurangan berupa serangan fajar ini juga dipicu dari kurangnya pemberian sanksi tegas dari para pemimpin kepada para pelaku pelanggaran, sehingga hal tersebut diduga masih sering terjadi di tengah masyarakat.

“Dan patut pula disadari, praktik kecurangan ini makin masif disebabkan ada teladan juga dari pemimpin yang tidak memberi sanksi pada pelanggaran, bahkan mungkin terindikasi melakukan pelanggaran itu sendiri,” ujarnya.

Oleh karena itu, Raidah berharap bahwa masyarakat dapat berubah serta bertransformasi dengan menjadi masyarakat yang dapat menjalankan praktik-praktik politik dengan baik.

“Menurut saya di balik money politik yang dipertontonkan terang-terangan, ada harapan di mana beberapa gerakan akar rumput mempraktekkan politik secara transformasional. Dalam artian ada masyarakat yang kini menyadari bahwa bukan hanya pemimpin yang dituntut untuk tidak korup, masyarakat juga wajib untuk berubah, untuk bertransformasi menjadi masyarakat yang berpolitik dengan kesadaran,” kata Raidah.

“Mereka rela berkorban untuk hadir pada diskusi-diskusi politik. Ada juga semangat kerelawanan di mana mereka menyumbang untuk calon-calon yang merepresentasi idealisme mereka. Ini patut diapresiasi dan disuburkan. Jika gerakan tersebut diarusutamakan, maka ada harapan untuk 2029,” lanjutnya.