LUWU, RAKYAT NEWS Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Luwu menggandeng Polres Luwu lakukan sosialisasi pencegahan korupsi bagi kepala desi di Aula Rujab Bupati Luwu pada Kamis (11/8/2022) siang.

Kapolres Luwu, AKBP. Arisandi didampingi Kasat Reskrim Polres Luwu, pada kesempatan itu didapuk membawakan materi tentang pencegahan korupsi.

Disaksikan ketua APDESI Luwu, Arfan Basmin dan 80 kepala desa dalam Forum Grup Discussion, Arisandi meminta kepala desa untuk memperbaiki niat dalam mengemban jabatannya. Mernurutnya satu dari sekian penyebab terjadinya penyimpangan tindak pidana korupsi karena adanya niat.

“Ada tiga faktor terjadinya kejahatan, yang pertama karena adanya motifasi, niat dari pelaku, ada faktor ekonomi, atau dendam,” ungkapnya.

Selain itu sejumlah kejahatan umum yang kerap terjadi di desa, lanjutnya, karena adanya target yang lemah, kelompok rentan seperti anak-anak atau perempuan, dan faktor ketiadaan aparat yang mempuni di desa, baik dari penegak hukum maupun aparat desa sendiri.

Ditempat yang sama, Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP. Jon Paerunan menambahkan jika dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi, Polisi bekerjasama dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam menentukan kerugian negara.

Rakyat News

“Saat ini dalam penanganan kasus korupsi, ada yang namanya restorative justice, jika Inspektorat meminta pengembalian, itu bisa dilakukan sesuai aturan,” tambah Jon.

Di penghujung diskusi, Kapolres Luwu selaku pihak pertama bersama Ketua APDESI Kebupaten Luwu selaku pihak kedua dan Ketua DPD Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kabupaten Luwu selaku pihak ketiga melakukan penandatanganan surat komitmen bersama, sebagai bentuk sinergitas dalam mendorong keterbukaan informasi publik di desa.

Surat tersebut menerangkan jika pihak pertama berhak memberikan masukan berupa saran kepada pihak kedua dan pihak ketiga menyangkut dasar hukum dalam penerapan keterbukaan informasi publik. Pihak pertama juga akan mengawasi pihak kedua, dan pihak ketiga, dan menjadi mediator jika terjadi perselisihan penafsiran terkait objek informasi publik.