JAKARTA – Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan untuk pertama kalinya dunia berada dalam masa krisis energi.

Baca Juga: Kakanwil Kemenkumham Sulsel dan NTB Perkuat Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tugas

Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol menuturkan adanya peningkatan impor LNG atau gas alam cair ke Eropa akan memperketat pasar, mengingat pasokan yang terbatas. Kapasitas LNG untuk tahun depan tercatat 20 miliar meter kubik.

Di saat bersamaan, OPEC dan sekutunya sepakat memangkas produksi minyak mentah sekitar 2 juta barel per hari (bph). Padahal, permintaan minyak sudah mendekati 2 juta bph pada tahun ini.

“Ini sangat berisiko karena beberapa negara di dunia sedang di ambang resesi. Jika kita berbicara tentang resesi global saya menemukan keputusan ini (pemangkasan produksi) sangat disayangkan,” ujarnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

Lanjut Birol, krisis energi yang terjadi sekarang bisa menjadi titik balik dalam sejarah energi untuk mempercepat sumber energi bersih, termasuk untuk membentuk sistem energi yang berkelanjutan dan aman.

Krisis energi membuat harga komoditas tersebut semakin tinggi. Maka dari itu, para pemimpin negara anggota Uni Eropa menyepakati peta jalan sebagai langkah untuk melindungi konsumen dari lonjakan harga energi.

Kesepakatan tersebut dicapai setelah diskusi mengenai proposal untuk menurunkan tagihan energi yang meroket karena perang Rusia dan Ukraina.

Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen dalam konferensi pers sempat menyebut bahwa dewan sepakat menurunkan harga energi rumah tangga dengan mempertahankan integritas pasar tunggal.

“Mengingat krisis yang sedang berlangsung, upaya untuk mengurangi permintaan, untuk memastikan keamanan pasokan, dan untuk menghindari penjatahan, dan guna menurunkan harga energi untuk rumah tangga dan bisnis di seluruh Uni Eropa perlu dipercepat dan diintensifkan, dan integritas pasar tunggal harus dipertahankan,” jelasnya.