JAKARTA – Koalisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Gerindra untuk Pilpres 2024 mandek karena belum menemukan titik temu terkait calon presiden.

Baca Juga: BI Tengah ‘Berkemas’ Pindah ke IKN pada 2023

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengatakan kedua partai ngotot untuk bisa mengajukan capres. Di samping Gerindra yang mengusulkan Prabowo Subianto, Cak Imin menyebut PKB juga mengusulkan dirinya maju sebagai capres.

 

“Belum [sepakat]. Kita akan duduk berdua, karena sampai detik ini masing-masing ngotot jadi capres,” kata Cak Imin dilansir dari CNNIndonesia.com.

 

Wakil Ketua DPR itu belum dapat memastikan kapan koalisinya akan mengumumkan capres. Namun, dia berharap deklarasi capres oleh Koalisi Indonesia Raya itu dapat diumumkan sebelum 2023.

 

Cak Imin menyebut pihaknya juga masih menunggu partai lain yang dikabarkan bakal bergabung. Dia enggan menyebut partai yang dimaksud. Saat ditanya apakah partai yang dimaksud adalah PDIP, dia menyebut hal itu akan diumumkan pada waktunya.

 

“Ya pokoknya kita harus menentukan pilihan itu di momentum yang tepat. Dan diskusinya memang belum tuntas. Kita internal berdua juga belum sepakat, untuk satu nama capres,” kata dia.

 

Cak Imin menyebut keputusan partai untuk mengusung dirinya sebagai capres merupakan keputusan final hasil Muktamar partai. Jika PKB mengalah dalam koalisi dan mempersilakan partai lain mengusung capres, keputusan Muktamar tersebut harus diubah terlebih dahulu.

 

Namun, dia menyebut PKB tetap akan mempertimbangkan data-data di lapangan, termasuk hasil survei. Dia memastikan PKB akan realistis soal pencapresan.

 

“Semua faktor harus jadi pertimbangan. Ujung kesimpulannya nanti akan bisa menyesuaikan. PKB harus realistis dan seterusnya,” kata dia.

 

Sindir Money Politics

 

Cak Imin menyebut bahwa sistem pemilu di Indonesia mulai rusak sejak pemilu langsung. Menurut Cak Imin, pemilu di Indonesia saat ini didominasi oleh praktik money politics atau politik uang yang diberikan langsung kepada pemilih, bahkan hingga proses perhitungan suara.

 

“Jadi pemilu itu agak rusak setelah pilkada secara langsung. Karena kompetisinya semua hal, maka money politics menjadi sangat dominan,” kata Cak Imin.

 

Dia menyebut praktik money politics terutama banyak terjadi di daerah remote area atau wilayah yang jauh dari pengawasan. Pihaknya mengaku menemukan fakta di lapangan satu suara dalam pemilihan gubernur dihargai hingga Rp500 ribu.

 

Dia risau sebab dengan demikian sebegitu mahal harga demokrasi di Indonesia.

 

“Saya melihat ada pemilihan gubernur, satu suara dihargai sampai Rp500 ribu. Sebegitu mahal kah pemilihan umum yang kita kelola?,” kata dia.

 

Wakil Ketua DPR itu menyebut proses pemilihan yang begitu bobrok akan selaras dengan hasil pemilu yang korup. Pemenang pemilu dipastikan akan mengambil keuntungan dari modal yang dikeluarkan.

 

“Akhirnya setelah money politics, menjadi pemilihan itu teracuni, oleh kecurangan, manipulasi, penghitungan, penghitungan yang ngawur, tidak sesuai dengan yang dicoblos,” katanya.