Makassar, Rakyat News – ‎Pakar politik dari Universitas Negeri Makassar (UNM) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pare-pare menganggap simposium yang digelar DPD Demokrat Sulsel beberapa waktu lalu adalah sebuah tindakan pembohongan terhadap publik.

Pasalnya simposium yang disebut-sebut sebagai kegiatan uji publik‎ untuk mencari pemimpin Sulsel yang mempunyai kapasitas dan kredibilitas itu tidak menjadi pertimbangan Partai Demokrat dalam menetapkan usungan di Pilgub Sulsel.‎

“Sayang sekali ajang uji publik ini menuai kecaman publik karena justru orang yang tidak ikut serta dalam kegiatan simposium ini yang mendapat surat tugas. Belakang surat itu menuai kontroversi juga kan,” kata Yasdin Yasir, pakar politik pendidikan dari UNM, Sabtu (4/11/2017).

Parahnya, acara uji publik itu dihadiri para akademisi, pejabat daerah, ormas dan tokoh masyarakat serta para petinggi partai politik se-Sulsel. Tidak tanggung tanggung Ketua Dewan Kehormatan yang juga Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat, Amir Syamsuddin ikut hadir dan menyebut simposium itu patut dicontoh oleh semua DPD Demokrat se-Indonesia.

Pakar komunikasi politik dari STAIN Parepare, Nahrul Hayat, menambahkan, legitimasi uji publik itu seharusnya tidak lagi diragukan oleh Partai Demokrat sebagai parameter dalam menentukan pilihan cagub yang terbaik. Apalagi, gaung publikasi uji publik ini tersebar di 24 Kabupaten/Kota melalui baliho berukuran besar dan diliput oleh banyak media massa serta disiarkan secara live di empat stasiun televisi dan radio lokal.

Yang lebih dahsyat lagi simposium itu ditonton langsung oleh pengurus DPP  dan Keluarga Besar Cikeas di Jakarta melalui video streaming karena dianggap sebagai ide baru yang patut di contoh.

“Tapi semua berujung pada kontroversi yang mencoreng nama baik dan citra Partai Demokrat karena yang memperoleh surat tugas adalah pasangan calon yang tidak ikut simposium,” kata Nahrul.‎

Surat tugas untuk pasangan Ichsan Yasin Limpo-Andi Muzakkar (IYL-Cakka) yang ditandatangani secara tunggal oleh Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan itu kini menuai kecaman di internal Demokrat. Komisi Pengawas DPP Demokrat yang diketuai Ahmad Yahya bahkan sudah mengagendakan pemeriksaan terhadap Hinca atas dugaan pelanggaran etika moral dan hukum.

Surat tugas itu disebut-sebut tanpa sepengetahuan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan melanggar AD/ART Pasal 20 Partai Demokrat bahwa keputusan terkait Calon Gubernur dan Wakil Gubernur merupakan kewenangan Majelis Tinggi Partai.‎ (*)