Contohnya, dalam isi draft AMDAL, penyusun mengatakan bahwa 99 persen masyarakat setuju dengan rencana reklamasi ini, faktanya masyarakat tidak pernah setuju, olehnya itu, pada 17 Mei 2023, ratusan nelayan melakukan aksi penolakan di DPRD Provinsi dan Kantor Gubernur.

Terbaru, pada 15 Juni 2023, Pemerintah Provinsi Sulsel yang dikawal oleh Polrestabes Kota Makassar mencoba melakukan kunjungan ke lokasi rencana reklamasi Pulau Lae-lae. Rombongan pemerintah tersebut dihadang oleh masyarakat Pulau Lae-lae yang menjadi bukti kuat bahwa masyarakat pulau lae-lae tegas menolak rencana reklamasi.

Aksi tanpa kekerasan oleh masyarakat ini justru direpresi oleh aparat kepolisian, satu nelayan dan dua mahasiswa ditangkap tanpa alasan yang jelas.

Aparat kepolisian harus menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap warga Pulau lae-lae yang saat ini sedang memperjuangkan Hak-nya.

Reklamasi Pulau Lae-lae bila tetap dipaksakan berjalan hanya akan memicu pelanggaran HAM dan konflik sosial berkepanjangan antara masyarakat dengan pemerintah dan pihak pengembang.

Masyarakat merasa telah cukup sejahtera dengan cara mengelola SDA yang saat ini berjalan, bilapun pemerintah punya keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan pembangunan dalam bentuk apapun, maka sudah seharusnya setiap rencana tersebut dibicarakan secara terbuka dan partisipatif dengan masyarakat dan menghormati hak-hak mereka yang selama ini mengelola dan memanfaat laut sebagai sumber kehidupannya.

Atas situasi tersebut di atas, Masyarakat Pulau Lae-Lae bersama Koalisi Lawan Reklamasi (KAWAL) Pesisir menuntut:

1. Kepolisian untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan represi terhadap perjuangan masyarakat Pulau Lae-Lae

2. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan segera membatalkan rencana proyek reklamasi di Pulau Lae-Lae

3. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk menghentikan segala proses perizinan terkait rencana reklamasi Pulau Lae-lae