“Dalam pengadaan yang bernilai sekitar Rp 301 miliar ini, Terlapor I dan Terlapor II membuat kerjasama operasi dengan nama KSO Railway Industry dan memenangkan tender tersebut,” katanya.

Proses penegakan hukum berlanjut hingga Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan pada tanggal 17 Januari 2023.

Pada tahap Pemeriksaan Lanjutan, Majelis
Komisi menemukan bahwa tidak terdapat kerja sama antara dua pihak atau lebih yang secara
terang-terangan atau diam-diam melakukan penyesuaian dokumen dengan peserta tender
lainnya atau membandingkan dokumen sebelum penyerahan sehingga menciptakan
persaingan semu.

“Namun Majelis Komisi berpendapat, tidak dilakukannya klarifikasi oleh Terlapor V terhadap harga timpang pada beberapa harga satuan dibandingkan dengan harga satuan HPS, serta adanya kesamaan harga satuan penawaran KSO Terlapor I dan Terlapor II dengan harga satuan HPS yang ditindaklanjuti tindakan Terlapor VI dengan tidak melakukan reviu atas laporan hasil pemilihan Penyedia dari Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan, merupakan bukti persekongkolan,” terangnya.b

Lebih rinci, disampaikan Ketua Majelis Komisi memerhatikan berbagai fakta-fakta, penilaian, analisis, dan kesimpulan yang ada, Majelis Komisi akhirnya memutuskan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V dan Terlapor VI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dan menjatuhi sanksi berupa denda kepada Terlapor I sebesar Rp 6.058.000.000 (enam miliar lima puluh delapan juta rupiah ) dan sebesar Rp 4.915.000.000 (empat miliar sembilan ratus lima belas juta rupiah) kepada Terlapor II.

“Kedua Terlapor diwajibkan untuk melakukan
pembayaran denda paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan ini berkekuatan hukum
tetap (inkracht),” terangnya.

Jika mengajukan upaya hukum keberatan, Terlapor wajib menyerahkan jaminan bank sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda kepada KPPU paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan Putusan.